Selasa, 12 Mei 2015

TASAWUF MENGAMBIL BENTUK TAREKAT



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf. Namun tak semua orang yang mempelajari tasawuf terlebih lagi belum mengenal tasawuf akan faham sepenuhnya tentang tarekat. Banyak orang yang memandang tarekat secara sekilas akan menganggapnya sebagai ajaran yang diadakan di luar Islam (bid’ah), padahal tarekat itu sendiri merupakan pelaksanaan dari peraturan-peraturan syari’at Islam yang sah. Namun perlu kehati-hatian  juga karena tidak sedikit tarekat-tarekat yang dikembangkan dan dicampuradukkan dengan ajaran-ajaran yang menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu diketahui bahwa ada pengklasifikasian antara tarekat muktabarah (yang dianggap sah) dan ghairu muktabarah (yang tidak dianggap sah).
Memang seluk-beluk tarekat tidak bisa dijabarkan dengan mudah karena setiap tarekat-tarekat tersebut memiliki filsafat dan cara pelaksanaan amal ibadah masing-masing. Oleh karena itu, penulis berusaha menjelaskan tentang tarekat dalam makalah ini. Meskipun makalah ini tidak bisa memuat hal-hal yang berkaitan dengan tarekat secara menyeluruh, tapi paling tidak makalah ini cukup mampu untuk memperkenalkan kita pada terekat tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian tarekat?
2.      Apakah tarekat termasuk ilmu mukasyafah?
3.      Apa saja unsur-unsur tarekat?
4.      Apa tujuan tarekat?
5.      Apa saja metode-metode tarekat untuk bersatu dengan Tuhan?
6.      Apakah hubungan tarekat dengan tasawwuf?
7.      Bagaimana perkembangan tarekat di indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tarekat
Istilah tarekat diambil dari bahasa Arab thariqah yang berarti jalan atau metode. Dalam Ilmu Tassawuf diterangkan, bahwa arti “tarekat” itu, ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh sahabat-sahabat Nabi, Tabiin dan Tabiin-Tabiin turun-menurun sampai kepada Guru-guru/Ulama-ulama sambung-menyambung dan rantai-berantai sampai pada masa kita ini.[1]
Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas. Pada masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberapa murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran dan metode-metode tasawuf. Guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama, zikir yang sama, muraqabah yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh kemajuan melalui sederet amalan-amalan berdasarkan tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat yang sama. Dari pengikut biasa (mansub) menjadi murid selanjutnya pembantu Syaikh (khalifah-nya) dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid).
Tarekat juga merupakan himpunan tugas-tugas perbaikan temporal-kondisional yang didasarkan pada pokok-pokok latihan pembelajaran yang dijadikan sebagai media untuk mencapai kesucian jiwa dan kedamaian kalbu, yaitu kesucian jiwa dari berbagai kotoran dan penolakan terhadap penyakit-penyakit hati. Dengan kata lain, tarekat ialah media untuk membersihkan wilayah batin dari berbagai serangga dan pepohonan berduri yang membahayakan pertumbuhan tanaman keimanan.[2]
Wabah yang bisa menghalangi pertumbuhan tanaman keimanan ialah kemusyrikan (syirk), arogansi (takabbur), berbangga diri (‘ujub), dendam (hiqdu), hasut (hasad), cinta dunia (hub al-dunya), kikir, ambisi harta kekayaan, mengejar karir, dan riya’. Setelah itu, mengupayakan memutuskan segala sesuatu yang berada dibelakang segala hasrat seksual (syahwat) dan keinginan-keinginan biologis (hawa’ nafs) yang diharamkan, serta mengurung diri dari berbagai tuntutan maksiat dan kemungkaran.

B.     Tarekat termasuk ilmu mukasyafah
Dalam hal ini Al-Hamdani berkata bahwa tarekat itu termasuk dalam ilmu mukasyafah yang memancarkan nur cahaya ke dalam hati murid-muridnya, sehingga dengan nur itu terbukalah baginya sesuatu hal yang gaib dari pada ucapan-ucapan Nabinya dan rahasia-rahasia Tuhannya. [3]
Ilmu mukasyafah tidak dapat dipelajari tetapi diperoleh dengan riyadhah dan mujahadah yang merupakan pendahuluan bagi petunjuk hidayah Tuhan, sesuai dengan Firman-Nya: “Bahwa mereka yang berjuang/berjihad untuk Allah akan ditunjuk oleh Allah akan Jalannya (Tarekatnya)”.  Diantara makhluk dan khaliq itu adalah perjalanan hidup yang harus kita tempuh, dalam menempuh jalan itulah dinamakan tarekat atau jalan. Syariat yang kita kerjakan itu haruslah diatas jalan (tarekat) tertentu, agar tidak meleset, tidak tersesat daripada tujuan yang akan dituju itu. Apabila tarekat itu dijalani dengan segala kesungguhan dan setia menjalani syarat rukun dan adabnya tentu akhirnya bertemulah hakikat.
Dengan menempuh jalan yang benar secara mantap dan istiqamah, manusia dijanjikan Tuhan akan memperoleh karunia hidup bahagia yang tiada terkira. Hidup bahagia adalah hidup sejati, yang diumpamakan sepertiair yang melimpah ruah. Dalam literatur sufi, karunia Ilahi itu disebut “air kehidupan” (ma’al-Hayat). Inilah yang secara simbolik dicari oleh para pemganut tarekat, yang sebenarnya tiada lain adalah: “pertemuan dengan Tuhan dan ridho-Nya”[4]
C.    Unsur-unsur Tarekat
Dalam tarekat, setidaknya ada lima unsur penting yang menjadi dasar terbentuknya sebuah tarekat. Kelima hal tersebut adalah:
1.      Mursyid
Mursyid adalah dianggap telah mencapai tahap mukasyafah, telah terbuka tabir antara dirinya dan Tuhan. Mursyid atau guru atau master bertugas menemani dan membimbing para penempuh jalan spiritual untuk mendekati Allah, seperti yang terjadi pada diri sang guru. Guru spiritual itu kadang disebut dengan istilah thayr al-quds (burung suci) atau Khidir. Dalam tarekat, bimbingan guru yang telah mengalami perjalanan rohani secara pribadi dan mengetahui prosedur-prosedur setiap mikraj rohani adalah sangat penting.

2.      Baiat
Baiat atau talqin adalah janji setia seorang murid kepada gurunya, bahwa ia akan mengikuti apa pun yang diperintahkan oleh sang guru, tanpa “reserve”.
3.      Silsilah
Silsilah tarekat adalah “nisbah”, hubungan guru terdahulu sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Hal ini harus ada sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru itu harus benar-benar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian halnya berarti tarekat itu terputus dan palsu, bukan warisan dari Nabi.
4.      Murid
Murid atau kadang disebut salik adalah orang yang sedang mencari bimbingan perjalanannya menuju Allah. Dalam pandangan pengikut tarekat, seorang yang melakukan perjalanan rohani menuju Tuhan tanpa bimbingan guru yang berpengalaman melewati berbagai tahap (maqamat) dan mampu mengatasi keadaan jiwa (hal) dalam perjalanan spiritualnya, maka orang tersebut mudah tersesat.
5.      Ajaran
Ajaran adalah praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu yang diajarkan dalam sebuah tarekat. Biasanya, masing-masing tarekat memiliki kekhasan ajaran dan metode khusus dalam mendekati Tuhan. Guru-guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama kepada murid-muridnya.
D.    Tujuan Tarekat
Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para sufi adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna. Dalam kegiatan semacam ini, biasanya seorang salik (penempuh dan pencari hakikat ke-Tuhanan) akan diarahkan oleh tradisi-tradisi ritual khas yang terdapat dalam tarekat yang bersangkutan sebagai upaya pengembangan untuk bisa menyampaikan mereka ke wilayah hakikat atau makrifat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.[5] Setiap tarekat memiliki perbedaan dalam menentukan metode dan prinsip-prinsip pembinaannya. Meski demikian, tujuan utama setiap tarekat tetaplah sama, yakni mengharapkan Hakikat Yang Mutlak, Allah ‘Azza wa Jalla. Secara umum, tujuan utama setiap tarekat adalah penekanan pada kehidupan akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama. Sehingga, setiap aktivitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah dapat diterima atau tidak oleh Tuhan. Karena itu, Muhammad Amin al-Kurdi menekankan pentingnya seseorang masuk ke dalam tarekat, agar bisa memperoleh kesempurnaan dalam beribadah kepada Tuhannya. Menurutnya, minimal ada tiga tujuan bagi seseorang yang memasuki dunia tarekat untuk menyempurnakan ibadah. Pertama, supaya “terbuka” terhadap sesuatu yang diimaninya, yakni Zat Allah SWT, baik mengenai sifat-sifat, keagungan maupun kesempurnaan-Nya, sehingga ia dapat mendekatkan diri kepada-Nya secara lebih dekat lagi, serta untuk mencapai hakikat dan kesempurnaan kenabian dan para sahabatnya. Kedua, untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat dan akhlak yang keji, kemudian menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan sifat-sifat yang diridhai (Allah) dan berpegang pada para pendahulu (shalihin) yang telah memiliki sifat-sifat itu. Ketiga, untuk menyempurnakan amal-amal syariat, yakni memudahkan beramal shalih  dan berbuat kebajikan tanpa menemukan kesulitan dan kesusahan dalam melaksanakannya.
E.     Metode-Metode Tarekat Untuk Bersatu Dengan Tuhan
Untuk mencapai hakikat bertemu dengan Tuhan, kaum sufi mengadakan kegiatan batin, riyadhah atau latihan dan mujahadah atau perjuangan kerohanian. Perjuangan seperti itu, dinamakan suluk dan mengerjakannya dikatakan salik. [6]
Firman Allah dalam Al-Qur’an (S. Al-Kahfi 110) yang artinya “Maka barang siapa yang ingin menemukan Allah, maka hendaklah ia mengerjakan amalan baik dan janganlah ia mempersekutukan siapapun dalam beribadah kepada Tuhan”.
Ayat ini menjadi pegangan mereka kea rah tujuan itu, tokoh-tokoh sufi menempuh bermacam-macam tarekat yang dapat membawa mereka pada akhirnya bersatu dengan Tuhan.
Metode-metode itu antara lain :
a.       Hulul (Tuhan menjelma ke dalam Insan) seperti ajaran Al-hallaj. Dia berkata : Keinsananku tenggelam ke dalam KetuhananMu, tetapi tidak mungkin percampuran sebab KetuhananMu itu senantiasa menguasai akan Keinsananku.
b.      Al-Isyraq (Cahaya dari segala cahaya) seperti ajaran Abul Futuh Al-Suhrawardi. Beliau berkata tujuan segala-galanya satu juga, yaitu menuntut Cahayanya kebenaran dari cahaya segala cahaya yaitu Allah.
c.       Ittihad (Tuhan dan hamba berpadu menjadi satu) seperti ajaran Abu Yazid Bustami. Beliau berkata kami telah melihat Engkau, maka Engkaulah itu dan aku tidak ada disana.
d.      Ittisal (Hamba dapat menghubungkan diri dengan Tuhan) dan menentang faham atau ajaran hulul dari Al-Hallaj, menurut ajaran Al-Faraby.
e.       Wahdatul Wujud (Yang ada hanya satu) seperti ajaran Ibnul Arabi. Beliau berkata Al-Abidu Wal-Ma’budu Wahidun yang menyembah dan yang disembah itu satu.
f.       Metode Al-Ghazali yang kesimpulannya bahwa wujud Tuhan meliputi akan segala wujud, tidak ada wujud melainkan Allah dan perbuatan Allah.
Itulah beberapa metode-metode (tarekat) yang lazim dipakai oleh Tokoh-Tokoh Sufi/Tasawwuf dalam menempuh jalan yang dapat membawa mereka untuk memperoleh kenyataan Tuhan/Tajalli.[7]
F.     Hubungan Tarekat dengan Tasawwuf
Di dalam ilmu tasawwuf, istilah tarekat tidak saja ditunjukkan kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang mursyid (guru) tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang mursyid tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, yang semua itu merupakan jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawwuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak Ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbingan seorang guru atau mursyid. Ajaran-ajaran tasawwuf yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah merupakan hakekat tarekat yang sebenarnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawwuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri dengan Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawwuf yang sudah berkembang dengan beberapa versi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.
G.    Perkembangan tarekat di Indonesia
Pada awalnya, tarekat itu merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang perlu diamalkan oleh Ali ibn Abi Thalib. Atau, Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat A untuk banyak mengulang-ulang kalimat tahlil dan tahmid. Pada sahabat B, Muhammad memerintahkan untuk banyak membaca ayat tertentu dari surat dalam Alquran. Ajaran-ajaran khusus Rasulullah itu disampaikan sesuai dengan kebutuhan penerimanya, terutama berkaitan dengan faktor psikologis.
Pada abad pertama Hijriyah mulai ada perbincangan tentang teologi, dilanjutkan mulai ada formulasi syariah. Abad kedua Hijriyah mulai muncul tasawuf. Tasawuf terus berkembang dan meluas dan mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar adalah filsafat, baik filsafat Yunani, India, maupun Persia. Muncullah sesudah abad ke-2 Hijriyah golongan sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah.
Kehadiran tasawuf berikut lembaga-lembaga tarekatnya di Indonesia, sama tuanya dengan kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang masuk di kawasan ini. Namun, tampaknya, dari sekian banyak tarekat yang ada di seluruh dunia, hanya ada beberapa tarekat yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia. Hal itu dimungkinkan di antaranya karena faktor kemudahan sistem komunikasi dalam kegiatan transmisinya. Tarekat yang masuk ke Indonesia adalah tarekat yang populer di Makkah dan Madinah, dua kota yang saat itu menjadi pusat kegiatan dunia Islam. Faktor lain adalah karena tarekat-tarekat itu dibawa langung oleh tokoh-tokoh pengembangnya yang umumnya berasal dari Persia dan India. Kedua negara ini dikenal memiliki hubungan yang khas dengan komunitas Muslim pertama di Indonesia.
Salah satu tarekat di Indonesia adalah tarekat Naqsyabandiyah, tarekat Naqsyabandiyah sudah ada di Indonesia sejak 2 abad sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali kendatipun bentuk tarekat itu mungkin berbeda.[8] Ulama dan sufi Indonesia yang pertama kali menyebut tarekat ini dalam tulisan-tulisannya adalah Syaikh yusuf Makassar yang masyhur itu.  Yusuf berasal dari kerajaan goa, sebuah kerajaan kecil di Sulawesi Selatan dan ia memang ada pertalian darah dengan keluarga raja.
Setibanya di Yaman, ia mempelajari tarekat Naqsyabandiyah lewat seorang Syeih Arab terkenal, ia berguru pula kepada tokoh Naqsyabandiyah terkenal lainnya, Ibrahim Al-Kurani, tetapi ia menyebut gurunya ini hanya sebagai Syeih Syattariyah.
Seperti tarekat-tarekat yang lain, tarekat Naqsyabandiyahpun mempunyai sejumlah tatacara peribadatan, teknik sepiritual, dan ritual tersendiri. Memang dapat juga dikatakan bahwa, tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas Ibadah, teknik, dan ritual, sebab demikiannlah makna dasar dari istilah tarekat, “jalan” atau “marga”.
Asas-asas dari tarekat Naqsyabandiyah diantaranya:[9]
a.       Hush dar dam: “sadar sewaktu bernafas” suatu latihan konsentrasi; sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar diantara keduanya.
b.      Nazar bar qadam: “menjaga langkah” sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkhnya, sewaktu duduk memandang lurus kedepan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan “ruhani-Nya” tidak dikacaukan oleh segala hal disekelilingnya yang tidak relevan.
c.       Safar dar watan: “melakukan perjalanan ditanah kelahirannya”. Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidak sempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia.
d.      Khalwat dar anjuman :sepi di tengah keramaian” . berbagai pengarng memberikan bermacam tafsiran, bebrapa dekat pada konsep “innerweltliche Askese” dalam sosiologi agama Max Webber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapt berarti perkumpulan tertentu.
e.       Yad kard : “ingat”, “menyebut”. Terus menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula La ilaha illaAllah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan.
f.       Baz gasyt : “memperbarui”, “kembali”. Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal – hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathubi (ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridhaan Mu- lah yang ku harapkan).


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Istilah tarekat diambil dari bahasa Arab thariqah yang berarti jalan atau metode. Dalam Ilmu Tassawuf diterangkan, bahwa arti “tarekat” itu, ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh sahabat-sahabat Nabi, Tabiin dan Tabiin-Tabiin turun-menurun sampai kepada Guru-guru/Ulama-ulama sambung-menyambung dan rantai-berantai sampai pada masa kita ini
2.      Dalam hal ini Al-Hamdani berkata bahwa tarekat itu termasuk dalam ilmu mukasyafah yang memancarkan nur cahaya ke dalam hati murid-muridnya, sehingga dengan nur itu terbukalah baginya sesuatu hal yang gaib dari pada ucapan-ucapan Nabinya dan rahasia-rahasia Tuhannya.
3.      Dalam tarekat, setidaknya ada lima unsur penting yang menjadi dasar terbentuknya sebuah tarekat.
4.      Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para sufi adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna.
5.      Untuk mencapai hakikat bertemu dengan Tuhan, kaum sufi mengadakan kegiatan batin, riyadhah atau latihan dan mujahadah atau perjuangan kerohanian. Perjuangan seperti itu, dinamakan suluk dan mengerjakannya dikatakan salik
6.      Tasawwuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri dengan Allah.
7.      Tarekat yang masuk ke Indonesia adalah tarekat yang populer di Makkah dan Madinah, dua kota yang saat itu menjadi pusat kegiatan dunia Islam.
B.     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami susun dan kami sampaikan, semoga dapat menambah wawasan bagi kita semua. Kami sadar makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami nantikan demi perbaikan makalah ini.



[1] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya, Bina Ilmu Offset, 1995, hal., 56
[2]  Sayyid Nur Bin Sayyid Ali, Tasawuf Syar’i, Bandung, Mizan Media Utama, 2003, hal., 135
[3] Mustafa Zahri, Op.Cit, hal., 59
[4]  M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999, hal., 48
[5] http://sulaimanilhmiana.blogspot.com/2013/02/tasawuftarekat.html, diakses pada tanggal 5 April 2015, pada pukul 11.00 WIB

[6]  Mustafa Zahri,  Op. Cit, hal., 60
[7] Ibid, hal., 62
[8]  Hamid Algar, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Bandung, Mizan, hal., 34 
[9]  Ibid, hal., 76 - 78

2 komentar:

  1. https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWMkJvbFpZejBQZWM/view?usp=drivesdk

    Web: almawaddah.info

    Salam


    Kepada:

     

    Redaksi, rektor dan para akademik


    Per: Beberapa Hadis Sahih Bukhari dan Muslim yang Disembunyikan


    Bagi tujuan kajian dan renungan. Diambil dari web: almawaddah. info

    Selamat hari raya, maaf zahir dan batin. 


    Daripada Pencinta Islam rahmatan lil Alamin wa afwan

    BalasHapus
  2. permisi numpang promo yah,
    Agen Casino Terbesar di Indonesia !
    VAZBET - Agen SBO Casino
    Menyediakan Promo tahun baru 2019!
    - Untuk new member Deposit minimal 50.000 dapat bonus 20%!
    - Sedang kurang hoki? kami berikan cashback sebesar 5% dari total kekalahan mingguan !
    (min total kekalahan 500rb)
    - Bonus next deposit 5% dengan minimal deposit 50rb !

    WA: +855 878 795 20
    Website: WWW . VAZBETGAME . COM

    BalasHapus

Puncak Natas Angin; Puncak dengan Jalur yang istimewa

Setelah beberapa lama merindukan angin malam diatas ketinggian, kali ini aku punya kesempatan untuk menakhlukan Puncak Natas angin bersama ...