Selasa, 12 Mei 2015

THAHARAH DARI HADAST DAN NAJIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Thaharah adalah satu kitab atau bab di dalam ilmu fiqh yang menjadi kajian utama oleh para ulama fiqh pada setiap buku atau kitab yang mereka tulis, karena memang kesempurnaan thoharah adalah faktor yang sangat menentukan diterima ataukah tidak ibadah seseorang dihadapan allah SWT. Diceritakan oleh Abu Hurairah. r.a dari Rasulullah Saw bahwa ada dua kuburan yang penghuninya sedang diazab oleh Allah dengan azab yang pedih dan salah satu penyebabnya adalah karena tidak memperhatikan masalah istinja’ atau thaharah.
Thaharah adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia, karena seseorang yang beribadah kepada Allah tanpa adanya thaharah terlebih dahulu maka ibadah seseorang tersebut tidak diterima disisi yang kuasa, dan thaharah pun juga berpengaruh dalam kesehatan seseorang. Maka dari itu dalam mempelajari ilmu fiqih hal yang paling utama yang harus kita pelajari adalah masalah thaharah. Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis akan sedikit memaparkan masalah thaharah dengan harapan semoga ibadah-ibadah yang akan kita lakukan terutama ibadah sholat dapat diterima disisi Allah SWT, Amin Yaa Robbal ‘alamin.

B.     Rumusan Masalah
Dari makalah yang kami buat ini, yang dapat kami paparkan adalah sebagai berikut:
1.      Apa thaharah itu?
2.      Bagaimana cara bersuci dari hadast?
3.      Bagaimana cara bersuci dari najis?
4.      Apa saja nilai-nilai thaharah dalam kehidupan sehari-hari?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Thaharah
Kata thaharah adalah bahasa Arab yang dapat diartikan bersuci dari kotoran, baik kotoran yang bersifat hissy (indrawi) maupun hukmi (secara hukum). Dalam istilah fiqih diartikan membersihkan badan, pakaian dan tempat kita dari najis sebelum melaksanakan ibadah seperti shalat atau thawaf dalam ibadah haji dan sebagainya.[1]
Bersuci atau thaharah hukumnya wajib, berdasarkan al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Firman Allah dalam Al-Qur’an yang Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Q.S. Al-Baqarah:222).
1.      Pembagian Thaharah
Dilihat dari segi sifatnya, thaharah atau bersuci dapat dibedakan menjadi dua yaitu bersuci lahir dan batin.
Bersuci batin adalah mensucikan diri dari dosa dan maksiat. Cara mensucikannya dengan bertaubat yang sungguh-sungguh dari segala dosa.
Kebersihan lahir adalah bersih dari kotoran (najis) dan dari hadats. Kebersihan dari kotoran (najis) cara menghilangkan dengan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang dipakai dan pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air wudhu atau mandi. Kebersihan lahiriah dapat diperjelas lagi menjadi dua yaitu bersuci dari najis dan bersuci dari hadats.[2]
2.      Alat-alat yang Dipergunakan dalam Thaharah
Berbicara mengenai bersuci, maka tidak dapat melepaskan alat-alat yang digunakan untuk bersuci. Alat bersuci ini adakalanya berupa benda cair seperti air, dan adakalanya berupa benda selain air.
a.       Air dan macam-macamnya
Tidak semua jenis air boleh digunakan untuk bersuci. Berikut ini macam-macam air dan hukumnya:[3]
a)      Air yang suci dan menyucikan; air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain.
b)      Air suci tetapi tidak menyucikan; zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu.
c)      Air yang bernajis; air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
Air yang lebih dari dua kulah (kurang lebih 80 liter) yang kemasukan najis dan berubah salah satu sifatnya (warna, rasa dan baunya), hukumnya seperti najis. Banyaknya air dua kulah adalah air yang berada pada tempat yang berukuran 1 seperempat hasta baik panjang, lebar maupun dalamnya.
Apabila air yang kemasukan najis itu lebih dari dua kulah, tetapi sifatnya tidak berubah hukumnya tetap suci dan mensucikan.
d)     Air yang makruh; yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian; kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.
b.      Alat bersuci selain air
Pada dasarnya, hanya air suci dan mensucikan saja yang dapat dipakai sebagai alat bersuci. Akan tetapi dalam keadaan tertentu, seperti tidak ada air, sakit, bepergian dan lain-lain, benda selain air dapat kita pergunakan untuk bersuci. Contoh: tanah yang bersih, batu atau benda-benda kesat lainnya.[4]
B.     Thaharah dari Hadast
Thaharah dari hadast ada tiga macam yaitu wudhu, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu dan mandi serta tanah yang suci untuk tayammum.
1.      Wudhu
 menurut bahasa berarti baik dan bersih. Sedangkan menurut istilah syara’ wudhu adalah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki didahului dengan niat dan dilakukan dengan tertib.[5]
Allah berfirman dalam al-Qur’an, artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat , maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh ) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki” (Q.S. Al-Maidah:6).


Adapun syarat-syarat wudhu sebagai berikut;
a.       Islam
b.      Mumayiz
c.       Tidak berhadas besar
d.      Dengan air yang suci mensucikan
e.       Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit
                        Fardhu (rukun) wudhu sebagai berikut;
a.       Niat
b.      Membasuh muka
c.       Membasuh kedua tangan sampai ke siku
d.      Membasuh sebagian kepala
e.       Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
f.       Menertibkan rukun-rukun diatas
                        Beberapa sunnah wudhu, antara lain;
a.       Membaca “bismillah” pada permulaan wudhu.
b.      Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum berkumur-kumur.
c.       Berkumur-kumur.
d.      Memasukkan air ke hidung.
e.       Membasuh seluruh kepala.
f.       Membasuh kedua telinga.
g.      Mendahulukan anggota kanan daripada kiri.
h.      Berdoa setelah selesai wudhu
i.        Dll.
Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah sebagai berikut;[6]
a.       Keluar sesuatu dari qubul atau dubur.
b.      Hilang akal karena mabuk atau gila.
c.       Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan.
d.      Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan.
2.      Mandi
Dalam syariat Islam yang dimaksud dengan mandi adalah meratakan air yang suci pada seluruh badan dengan disertai niat. Dengan demikian niat merupakan hal yang membedakan antara mandi biasa dengan mandi wajib (janabah). Disyaratkannya mandi berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya: “Apabila kamu sekalian dalam keadaan junub maka madilah” (Q.S. Al-Maidah:7).[7]
Adapun cara melakukan mandi wajib adalah sebagai berikut: Pertama, membasuh kedua tangan dengan niat yang ikhlas karena Allah, kemudian membersihkan kotoran yang ada pada badan, setelah itu berwudhu dilanjutkan dengan menyiram rambut dengan air sambil menggosok dan menyilanginya dengan jari, jika perlu gunakan wangi-wangian seperti sampo dan sebagainya.
Selanjutnya menyiram seluruh badan dengan mendahulukan anggota badan sebelah kanan dan menggosoknya dengan merata. Ketika mandi hendaknya jangan menghamburkan air, apabila telah rata dan bersih maka mandi dikatakan selesai.
Dalam cara diatas dapat dibedakan perbuatan yang termasuk rukun dan sunah sebagai berikut:[8]
a.       Niat; yaitu berniat menghilangkan hadast besar untuk melakukan ibadah karena Allah.
b.      Meratakan air ke seluruh tubuh dengan keyakinan orang yang mandi bahwa air sudah diratakan pada seluruh tubuh.
Adapun yang termasuk sunah mandi adalah:
a.       Membaca “bismillah” pada permulaan mandi
b.      Menyapu tangan
c.       Membersihkan dan membasuh kemaluan
d.      Berwudhu sebelum mandi
Sebab-sebab wajib mandi:
a.       Bersetubuh
b.      Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh
c.       Selesainya haid dan nifas
d.      Orang yang masuk Islam
e.       Orang yang meninggal dunia

3.      Tayammum
Tayammum menurut bahasa sama dengan qasad artinya menuju. Menurut pengertian syarat, tayammum adalah menuju kepada tanah untuk menyapukan dua tangan dan muka dengan niat agar dapat mengerjakan sholat.[9]
Adapun syarat tayammum adalah:
a.       Sudah masuk waktu shalat
b.      Sudah berusaha mencari air, tetapi tidak mendapatkannya sedang sudah masuk waktu sholat.
c.       Tayammum hendaknya dengan tanah yang suci dan berdebu.
Sedangkan fardhu atau rukun tayammum adalah:
a.       Niat
b.      Menyapu muka dengan tanah
c.       Menyapu kedua tangan sampai siku
d.      Menertibkan rukun
C.    Thaharah dari Najis
Perkataan najis dalam bahasa Arab diartikan sesuatu yang kotor atau tidak bersih. Berdasarkan arti bahasa tersebut dapat dikatakan bahwa segala benda yang menurut pandangan kita kotor berarti termasuk najis.[10]
1.      Barang-barang yang najis
Barang-barang yang najis adalah kotoran yang wajib untuk disucikan bagi tiap muslim, apabila mengenai dirinya, pakaian dan tempatnya. Adapun barang-barang yang terbilang najis diantaranya;
a.       Bangkai binatang, yaitu bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya.
b.      Darah yang mengalir, seperti darah binatang yang disembelih.
c.       Air kencing dan kotoran.
d.      Arak
e.       Babi dan Anjing
f.       Darah haid, nifas dan istihadhah termasuk barang najis menurut kesepakatan ulama.
2.      Cara membersihkan barang najis
a.       Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu najis yang cara menyucikannya cukup dengan memercikkan air kepada benda yang dikenainya. Contoh kecing bayi yang belum makan makanan kecuali air susu ibunya.
b.      Najis sedang (Mutawassithah), yaitu najis yang cara menyucikannya dengan membersihkan najis itu terlebih dahulu, kemudian mengalirkan air kepada tempat yang dikenainya.
c.       Najis berat (Mughalladhah), yaitu najis yang harus dibersihkan dengan air sebanyak tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah. Contoh jilatan anjing dan babi.[11]

D.    Nilai – Nilai Thaharah Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Banyak nilai yang terkandung dari thaharah itu sendiri, di antaranya yaitu dari segi kesehatan, psikologi, dan keindahan lingkungan.
1.      Thaharah dari segi kebersihan dan keindahan lingkungan
Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus dijadikan pola hidup praktis, yang mendidik manusia hidup bersih, indah dan sehat sepanjang masa, bahkan dikembangkan dalam hukum Islam. Karena antara kebersihan dan kesehatan sangat erat hubungannya. Dalam suatu pepatah dikatakan bahwa “kebersihan pangkal kesehatan”. Dalam rangka inilah dikenal sarana-sarana kebersihan yang termasuk kelompok ibadah, seperti : wudhlu, tayamum, mandi (ghusl), pembersihan gigi (siwak). Thaharah juga mempunyai implikasi terhadap keindahan lingkungan. Ada tiga lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu lingkungan pisik, lingkungan manusia, dan lingkungan keluarga. Lingkungan fisik yang terdiri dari alam yang berada di sekitar kita. Lingkungan manusia adalah orang-orang yang interaksi dengan kita baik langsung maupun tidak langsung. Secara lebih kecil lagi adalah lingkungan keluarga yang sangat mempengaruhi kehidupan seseorang terutama pada masa-masa awal dari kehidupannya. Dalam hubungannya dengan hukum Islam kebersihan dan keindahan lingkungan ini merupakan wujud nyata dari ajaran thaharah. Sebagai contoh, menurut syara‟ seseorang dilarang melakukan buang air besar atau kecil di tempat-tempat tertentu, seperti di bawah pohon tempat orang berteduh, ke dalam saluran air, di tengah jalan dan lobang-lobang binatang yang terdapat di dalam tanah. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan serta menjaga kebersihan. Sehingga nilai etika dan estetika dari thaharah itu sendiri dapat terwujud.
2.      Thaharah dari segi kesehatan
Pandangan kedokteran terhadap wudlu. Wudlu adalah perbuatan thaharah dengan cara mencuci bagian-bagian tubuh tertentu (anggota wudlu) sesuai syariat islam (syariat dan rukun).
Kita dapat memahami bahwa anggota wudlu yang dibasuh adalah bagian-bagian tubuh yang biasanya terpapar pada dunia luar. Bagian-bagian tersebut umumnya tidak tertutup pakaian, bahkan memang menjadi alat kontak tubuh kita dengan lingkungan, sehingga paling banyak mengalami kontaminasi (kotoran) dan oleh karena inilah yang secara logis paling perlu dibasuh. Inilah aspek hygiene memandang wudlu.
Secara anatomis anggota wudlu terletak pada ujung-ujung tubuh (kepala, tangan, kaki). Bagian-bagian tersebut paling banyak mengandung susunan tulang dan sendi, dan banyak pula melakukan gerakan-gerakan. Dalam kaitanya dengan wudlu, dimana pembasuhan anggota wudlu kebanyakan 3 kali, ada yang 1 kali, maka timbul suatu pertanyaan: “adakah rahasia matematis hubungan wudlu dengan susunan tulang dan sendi?”. Jumlah tulang manusia dewasa ada 206 ruas. Akan tetapi secara embriologis pusat penulangan semasa kehidupan janin dalam kandungan ada 350-an pusat penulangan, yang kemudian banyak pusat-pusat penulangan yang menyatu, membentuk satu tulang dewasa. Bilangan pusat penulangan ini dekat dengan bilangan hari dalam 1 tahun.[12]
Sampai saat ini masih dalam kajian, akan adanya rahasia matematis tersebut. Ada 2 premis (dari Hadits) :
1.      Apabila kamu ditimpa demam 1 hari, kemudian kamu bersabar, kamu akan mendapat pahala seperti ibadah 1 tahun
2.      Tiap-tiap ruas tulang anak adam itu sedekahnya setiap hari.
Dari 2 premis tersebut dapat dihubungkan , bahwa tubuh ini mengandung tulang sejumlah bilangan hari dalam setahuan. Tulang-tulang penyusun anggota wudlu jumlahnya tertentu, dikalikan masing-masing dengan jumlah kali pembasuhan pada ritual wudlu, akan ketemu jumlah sama dengan bilangan kseluruhan jumlah tulang manusia. Dengan demikian, membasuh anggota wudlu pada ritual wudlu ini seakan-akan sudah membasuh seluruh tubuh.
3.      Thaharah dari segi psikologi
Prof Rolf Ehrenfels, seorang neurolog dan psikolog tersohor Eropa, pernah secara khusus mendalami konsep thaharah, khususnya wudhu. Ia sangat takjub karena konsep thaharah dalam Islam amat sesuai dengan konsep neurologi dan psikologi.
Air sejuk yang dianggap suci dan menyucikan akan memberikan efek positif pada kesegaran simpul-simpul saraf dalam tubuh.
Air segar dan sejuk lebih sensitif memberikan rangsangan kepada pusat saraf daripada air hangat. Air sejuk akan lebih mudah memberikan semacam shock therapy dan menembus lapisan saraf.
Mencuci sekujur badan dengan air sejuk seusai melakukan hubungan suami istri akan mengembalikan otot-otot dan sel-sel saraf yang tadinya tegang menjadi segar kembali.
Perempuan yang sudah menjalani menstruasi secara psikologis akan merasa bersih dan suci seusai mandi wajib serta dengan demikian melahirkan kembali rasa percaya diri seusai menjalani “masa kotor”.[13]

























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Kata thaharah adalah bahasa Arab yang dapat diartikan bersuci dari kotoran, baik kotoran yang bersifat hissy (indrawi) maupun hukmi (secara hukum). Dalam istilah fiqih diartikan membersihkan badan, pakaian dan tempat kita dari najis sebelum melaksanakan ibadah seperti shalat atau thawaf dalam ibadah haji dan sebagainya. Bersuci atau thaharah hukumnya wajib, berdasarkan al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Firman Allah dalam Al-Qur’an yang Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Q.S. Al-Baqarah:222).
2.      Thaharah dari hadast ada tiga macam yaitu wudhu, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu dan mandi serta tanah yang suci untuk tayammum.
3.      Perkataan najis dalam bahasa Arab diartikan sesuatu yang kotor atau tidak bersih. Berdasarkan arti bahasa tersebut dapat dikatakan bahwa segala benda yang menurut pandangan kita kotor berarti termasuk najis. Najis diklasifikasikan dalam 3 macam;
Najis ringan (Mukhaffafah), Najis sedang (Mutawassithah), Najis berat (Mughalladhah)
4.      Banyak nilai yang terkandung dari thaharah itu sendiri, di antaranya yaitu dari segi kesehatan, psikologi, dan keindahan lingkungan.

B.     Penutup
Demikian makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk lebih baiknya makalah yang kami buat selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.





DAFTAR PUSTAKA
Falah, Ahmad. 2009. Materi dan Pembelajaran Fiqih. Kudus: STAIN Kudus.
Rasjid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.




[1] Ahmad Falah, Materi dan Pembelajaran Fiqih MTs-MA, STAIN Kudus, Kudus:2009, hlm.,49
[2] Ibid, hlm., 51
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung:2013, cet. 62, hlm.,13-16
[4]Ahmad Falah, Op.Cit, hlm.,54
[5] Ibid, hlm., 62
[6] Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hlm.,30-33
[7] Ahmad Falah, Op.Cit, hlm.,62
[8] Ibid, hlm.,63
[9] Ibid, hlm.,64
[10] Ibid, hlm.,55
[11] Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hlm.,21-22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puncak Natas Angin; Puncak dengan Jalur yang istimewa

Setelah beberapa lama merindukan angin malam diatas ketinggian, kali ini aku punya kesempatan untuk menakhlukan Puncak Natas angin bersama ...