BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
melakukan suatu kegiatan bisnis kadangkala suatu badan usaha kurang mampu
menjalankannya sendiri tanpa mengadakan kerja sama atau menciptakan hubungan
hubungan bisnis dengan badan usaha yang lainnya. Ada beberapa penyebab yang
sering disebutkan sebagai dasar mengadakan hubungan bisnis dengan badan usaha
yang lain diantaranya; mengatasi masalah pajak, persaingan, kemajuan teknologi
dan sebagainya.
Tujuan
penggabungan perusahaan ini tentunya memiliki perbedaan dari perusahaan satu
dengan perusahaan yang lainnya. Namun secara umum hubungan bisnis ini bertujuan
untuk; memperbesar perusahaan, meningkatkan efektifitas, mengurangi risiko
persaingan, menjamin tersedianya pasokan atau penjualan dan distribusi, dan
lain sebagainya.
Dengan
tujuan tersebut, ada beberapa bentuk hubungan-hubungan bisnis yang selama ini
dikenal. Satu per satu bentuk kerja sama tersebut kan diuraikan secara ringkas.
B. Rumusan Masalah
Dari makalah yang kami buat ini, yang dapat kami
paparkan adalah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud Agen?
2. Apa
yang dimaksud Distributor?
3. Apa
yang dimaksud Waralaba?
4. Apa
yang dimaksud Join Ventura?
5. Apa
yang dimaksud Bangun Serah Guna dan Bangun Guna Serah itu?
6. Apa
yang dimaksud Merger?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Agen
Agen
adalah seseorang atau badan hukum yang usahanya menjadi perantara yang diberi
kuasa untuk melakukan perbuatan tertentu (Junaidi Abdullah, 2010:45). Agen
melakukan transaksi atau membuat perjanjian dengan pihak ke tiga untuk dan atas
nama principal, atas perbuatannya itu agen mendapat imbalan. Agen bukan
karyawan principal, ia hanya melakukan perbuatan tertentu atau mengadakan
perjanjian dengan pihak ke tiga dan pada pokoknya agen merupakan kuasa
principal.
Adapun
fungsi agen adalah sebagai perantara yang menjual barang atau jasa untuk dan
atas nama principal. Agen mendapatkan komisi berdasarkan hasil penjualan barang
atau jasa dari principal. Barang yang dipesan akan dikirim langsung oleh
principal kepada pembeli dan pembayaran langsung dilakukan kepada principal.[1]
Hubungan
hukum agen adalah principal dengan pihak ketiga, jadi kriteria terjadi
hubungan keagenan adalah adanya wewenang
yang dimiliki agen untuk bertindak dan atas nama principal. Principal akan
bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh agen, dengan
catatan agen bertindak sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan oleh
principal. Sebaliknya jika agen bertindak melampaui kewenangan yang telah
diberikan principal, maka principal tidak akan bertanggungjawab.[2]
B. Distributor
Distributor adalah seseorang atau badan yang
ditunjuk oleh principal untuk membeli barang-barangnya dan menawarkan serta
menjualnya dalam wilayah tertentu, tetapi ia bertindak untuk dan atas namanya
sendiri, sehingga segala akibatnya ditanggung sendiri.
Hubungan Hukum Distributor dengan
principal seperti jual beli yang diatur dalam KUHPerdata. Jual beli adalah
suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.[3]
C. Franchise (Waralaba)
Waralaba yang dulu dikenal dengan istilah Franchise
sekarang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (sebagai
pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba).
Yang dimaksud dengan waralaba adalah: “hak khusus
yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis
dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah
terbukti dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan
perjanjian waralaba.” (Pasal 1 angka 1 PP No. 42 Tahun 2007).[4]
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang
dimaksud dengan Waralaba ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa
kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek memberikan hak kepada individu
atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur
dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu
meliputi area tertentu.[5]
Pendapat lain mengatakan Franchise adalah sebagai suatu sistem pemasaran atau distribusi
barang atau jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada
individu atau perusahaan lain yang berslaka kecil dan menengah ( franchisee),
hak-hak istimewa untuk melaksanakan suatu system usaha tertentu degan cara yang
sudah ditentukan.[6]
Adapun unsur-unsur waralaba meliputi:
1. Adanya
perikatan
2. Adanya
hak pemanfaatan dan penggunaan
3. Adanya
obyek, yakni hak atas kekayaan intelektual atau penemuan baru atau ciri khas
tertentu
4. Adanya
imbalan
5. Adanya
persyaratan atau penjualan barang (Junaidi Abdullah, 2010:48)
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
1. Waralaba
luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah
diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
2. Waralaba
dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang
ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti
awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
D. Join Ventura
Join Venture secara umum dapat diartikan sebagai
suatu persetujuan di antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerja sama
dalam suatu kegiatan.[7]
Persetujuan yang dimaksudkan di sini adalah
kesepakatan yang didasari atas suatu perjajian yang harus tetap berpedoman
kepada syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
1. Para
pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya.
2. Para
pihak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum.
3. Perbuatan
hukum tersebut harus mengenai suatu hal tertentu.
4. Persetujuan
tersebut harus mengenai sesuatu hal yang tidak bertentangan dengan hukum,
kesusilaan dan ketertiban umum.
Sementara itu, kegiatan maksudnya adalah kegiatan
dalam bidang bisnis, baik itu menyangkut; usaha perdagangan, kegiatan industri
dan usaha jasa.
Dalam memutuskan untuk membuat suatu join venture,
perlu juga diperhatikan beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan untung
ruginya suatu kerjasama
Jika dilihat dari kepentingan modal domestik, join
venture akan memberikan keuntungan dan kerugian (Zaeni Asyhadie, 2012:153).
Adapun keuntungannya sebagai berikut:
1. Mitra
lokal mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal asing.
2. Mitra
lokal dapat memanfaatkan kemampuan manajemen asing yang kaya pengalaman.
3. Mitra
lokal dapat memanfaatkan dan menembus pasar di luar negeri yang dikuasai
partner asing.
4. Mitra
lokal dapat menerima transfer teknologi asing.
5. Mitra
lokal dapat meningkatkan kemampuan karyawan domestik dengan training
(keterampilan), yang diberikan pihak asing.
Adapun
kerugian bagi pihak dalam negeri adalah sebagai berikut:
1. Manajemen
tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh pihak domestik, melainkan harus dibagi
dengan pihak asing yang lebih mempunyai kemampuan.
2. Training
dan maajemen belum tentu diberikan dalam batas-batas kemampuan yang memadai
untuk stansar asing.
3. Transfer
teknologi dari partner asing mungkin dilakukan dalam ukuran yang kurang
optimal.
4. Kemungkinan
transfer nilai harga dengan perusahaan induk dalam dimensi lebih besar dapat
dilaksanakan dan yang bisa menimbulkan kerugian bagi mitra lokal.
Bagi penanam modal (investor) asing
keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh antara lain:
1. Mendapat
akses ke sumber-sumber lokal.
2. Memperoleh
pengalaman dan kiat-kiat mitra lokal dalam operasinya di dalam negeri.
3. Dapat
memperoleh akses pasar domestik yang mungkin dimiliki oleh mitra lokal.
4. Dapat
memperoleh pengurangan risiko usaha dengan pembagian beban risiko.
Adapun
kerugian bagi investor asing diantaranya:[8]
1. Manajemen
tidak seluruhnya berada di tangannya, melainkan harus dibagi wewenangnya dengan
pihak domestic, walaupun melalui suatu perjanjian tersendiri.
2. Teknologi
harus terbuka bagi mitra lokal, walaupun masih ada yang dapat disembunyikan dan
yang tertutup.
3. Strategi
pemasaran dari barang-barang produksi mungkin tidak sepenuhnya dapat dikuasai
karena tidak seluruhnya dapat disebarkan atau dipasarkan.
E. Bangun Serah Guna dan Bangun Guna Serah
Bangun Guna
Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain
dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya
jangka waktu (Junaidi Abdullah, 2010:53).
Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah
milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau
sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan
kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
selama jangka waktu tertentu yang disepakati (Junaidi Abdullah, 2010:54).
BGS dan BSG dilakukan untuk menyediakan bangunan dan
fasilitasnya dalam rangka pengyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga,
yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
Barang Milik Negara yang dapat dijadikan objek
BGS/BSG adalah Barang Milik Negara yang berupa tanah, baik tanah yang ada pada
Pengelola Barang maupun tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna
Barang.[9]
Adapun subjek pelaksana BGS/BSG adalah (Junaidi
Abdullah, 2010:54):
1. Pihak
yang dapat melaksanakan BGS/BSG Barang Milik Negara adalah Pengelola Barang.
2. Pihak-pihak
yag dapat menjadi mitra BGS/BSG adalah:
a. Badan
Usaha Milik Negara
b. Badan
Usaha Milik Daerah
c. Badan
Hukum lainnya
F. Merger
Marger adalah suatu penggabungan satu atau beberapa
badan usaha sehingga dari sudut ekonomi merupakan suatu kesatuan, tanpa melebur
badan usaha yang bergabung.[10]
Dipandang dari segi ekonomi, ada dua jenis marger,
yaitu merger horizontal dan merger vertikal
Merger horizontal adalah penggabungan satu atau
beberapa perusahaan yang masing-masing kegiatan bisnis (produksinya) merupakan
kelanjutan dari masing-masing produk. Contoh: PT “A” yang mengusahakan “Kapas”,
bergabung dengan PT “B” yang mengusahakan “Pemintalan, bergabung dengan PT “C”
yang mengusahakan “Kain” dan seterusnya. Dengan demikian, tujuan kerja sama di
sini adalah menjamin tersediaya pasokan atau penjualan dan distribusi.
Merger vertikal adalah penggabungan satu
atau beberapa perusahaan yang masing-masing kegiatan bisnis berbeda satu sama
lain, namun tidak saling mendukung dalam penggunaan produk. Misalnya badan
usaha perhotelan, bergabung dengan badan usaha perbankan, perasuransian
sehingga di sini terlihat adanya diversifikasi usaha dalam suatu penggabungan
badan usaha. Dengan demikian, penggabungan perseroan ini merupakan usaha
perluasan atau pembesaran perseroan melalui pemilikan atau penyatuan beberapa perseroan
ke dalam suatu kepemilikan.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa:
1.
Agen adalah
seseorang atau badan hukum yang usahanya menjadi perantara yang diberi kuasa
untuk melakukan perbuatan tertentu.
2. Distributor
adalah seseorang atau badan yang ditunjuk oleh principal untuk membeli
barang-barangnya dan menawarkan serta menjualnya dalam wilayah tertentu, tetapi
ia bertindak untuk dan atas namanya sendiri, sehingga segala akibatnya ditanggung
sendiri.
3.
Waralaba ialah
suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana
pemilik merek memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan
bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
4.
Join Venture
secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan di antara dua pihak atau
lebih, untuk melakukan kerja sama dalam suatu kegiatan.
5.
Bangun Guna
Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain
dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati. Sedangkan Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana,
berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada
Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama
jangka waktu tertentu yang disepakati.
6.
Marger adalah
suatu penggabungan satu atau beberapa badan usaha sehingga dari sudut ekonomi
merupakan suatu kesatuan, tanpa melebur badan usaha yang bergabung.
B. Penutup
Demikian
makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan
pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan untuk lebih baiknya makalah yang kami buat selanjutnya. Selamat
membaca dan semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Junaidi.
2010. Aspek Hukum dalam Bisnis. Kudus: Nora Media Enterprise.
Asyhadie, Zaeni.
2012. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia. Jakarta: PT
Rajagrafindo
Persada.
bisnis.html, Diakses 25 September 2014 Pukul 10.20 WIB
[1] Junaidi
Abdullah, Aspek Hukum dalam Bisnis, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010,
hal.45
[2] Ibid, hal.46
[3] Ibid, hal.46
[4] Zaeni Asyhadie,
Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2012, hal. 157
[5] Junaidi
Abdullah, Op. Cit., hal.47
[6] http://muhammadzhafarlabib.blogspot.com/2011/11/empat-jenis-hubungan-hubungan-bisnis.html, Diakses
25
September 2014 Pukul 10.20
WIB
[7] Zaeni Asyhadie,
Op. Cit., hal. 151
[8] Ibid, hal.
154-155
[9] Junaidi
Abdullah, Op.Cit., hal. 53-54
[10] Zaeni Asyhadie,
Op. Cit., hal. 134
[11] Ibid, hal. 134
Tidak ada komentar:
Posting Komentar