Selasa, 12 Mei 2015

hubungan-hubungan bisnis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam melakukan suatu kegiatan bisnis kadangkala suatu badan usaha kurang mampu menjalankannya sendiri tanpa mengadakan kerja sama atau menciptakan hubungan hubungan bisnis dengan badan usaha yang lainnya. Ada beberapa penyebab yang sering disebutkan sebagai dasar mengadakan hubungan bisnis dengan badan usaha yang lain diantaranya; mengatasi masalah pajak, persaingan, kemajuan teknologi dan sebagainya.
Tujuan penggabungan perusahaan ini tentunya memiliki perbedaan dari perusahaan satu dengan perusahaan yang lainnya. Namun secara umum hubungan bisnis ini bertujuan untuk; memperbesar perusahaan, meningkatkan efektifitas, mengurangi risiko persaingan, menjamin tersedianya pasokan atau penjualan dan distribusi, dan lain sebagainya.
Dengan tujuan tersebut, ada beberapa bentuk hubungan-hubungan bisnis yang selama ini dikenal. Satu per satu bentuk kerja sama tersebut kan diuraikan secara ringkas.

B.     Rumusan Masalah
Dari makalah yang kami buat ini, yang dapat kami paparkan adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud Agen?
2.      Apa yang dimaksud Distributor?
3.      Apa yang dimaksud Waralaba?
4.      Apa yang dimaksud Join Ventura?
5.      Apa yang dimaksud Bangun Serah Guna dan Bangun Guna Serah itu?
6.      Apa yang dimaksud Merger?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Agen
Agen adalah seseorang atau badan hukum yang usahanya menjadi perantara yang diberi kuasa untuk melakukan perbuatan tertentu (Junaidi Abdullah, 2010:45). Agen melakukan transaksi atau membuat perjanjian dengan pihak ke tiga untuk dan atas nama principal, atas perbuatannya itu agen mendapat imbalan. Agen bukan karyawan principal, ia hanya melakukan perbuatan tertentu atau mengadakan perjanjian dengan pihak ke tiga dan pada pokoknya agen merupakan kuasa principal.
Adapun fungsi agen adalah sebagai perantara yang menjual barang atau jasa untuk dan atas nama principal. Agen mendapatkan komisi berdasarkan hasil penjualan barang atau jasa dari principal. Barang yang dipesan akan dikirim langsung oleh principal kepada pembeli dan pembayaran langsung dilakukan kepada principal.[1]
Hubungan hukum agen adalah principal dengan pihak ketiga, jadi kriteria terjadi hubungan  keagenan adalah adanya wewenang yang dimiliki agen untuk bertindak dan atas nama principal. Principal akan bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh agen, dengan catatan agen bertindak sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan oleh principal. Sebaliknya jika agen bertindak melampaui kewenangan yang telah diberikan principal, maka principal tidak akan bertanggungjawab.[2]

B.     Distributor
Distributor adalah seseorang atau badan yang ditunjuk oleh principal untuk membeli barang-barangnya dan menawarkan serta menjualnya dalam wilayah tertentu, tetapi ia bertindak untuk dan atas namanya sendiri, sehingga segala akibatnya ditanggung sendiri.
Hubungan Hukum Distributor dengan principal seperti jual beli yang diatur dalam KUHPerdata. Jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.[3]

C.    Franchise (Waralaba)
Waralaba yang dulu dikenal dengan istilah Franchise sekarang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor  42 Tahun 2007 tentang Waralaba (sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba).
Yang dimaksud dengan waralaba adalah: “hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.” (Pasal 1 angka 1 PP No. 42 Tahun 2007).[4]
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.[5]
Pendapat lain mengatakan Franchise adalah sebagai suatu sistem pemasaran atau distribusi barang atau jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berslaka kecil dan menengah ( franchisee), hak-hak istimewa untuk melaksanakan suatu system usaha tertentu degan cara yang sudah ditentukan.[6]
Adapun unsur-unsur waralaba meliputi:
1.      Adanya perikatan
2.      Adanya hak pemanfaatan dan penggunaan
3.      Adanya obyek, yakni hak atas kekayaan intelektual atau penemuan baru atau ciri khas tertentu
4.      Adanya imbalan
5.      Adanya persyaratan atau penjualan barang (Junaidi Abdullah, 2010:48)
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
1.      Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
2.      Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.

D.    Join Ventura
Join Venture secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan di antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerja sama dalam suatu kegiatan.[7]
Persetujuan yang dimaksudkan di sini adalah kesepakatan yang didasari atas suatu perjajian yang harus tetap berpedoman kepada syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
1.      Para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya.
2.      Para pihak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum.
3.      Perbuatan hukum tersebut harus mengenai suatu hal tertentu.
4.      Persetujuan tersebut harus mengenai sesuatu hal yang tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan dan ketertiban umum.
Sementara itu, kegiatan maksudnya adalah kegiatan dalam bidang bisnis, baik itu menyangkut; usaha perdagangan, kegiatan industri dan usaha jasa.
Dalam memutuskan untuk membuat suatu join venture, perlu juga diperhatikan beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan untung ruginya suatu kerjasama
Jika dilihat dari kepentingan modal domestik, join venture akan memberikan keuntungan dan kerugian (Zaeni Asyhadie, 2012:153). Adapun keuntungannya sebagai berikut:
1.      Mitra lokal mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal asing.
2.      Mitra lokal dapat memanfaatkan kemampuan manajemen asing yang kaya pengalaman.
3.      Mitra lokal dapat memanfaatkan dan menembus pasar di luar negeri yang dikuasai partner asing.
4.      Mitra lokal dapat menerima transfer teknologi asing.
5.      Mitra lokal dapat meningkatkan kemampuan karyawan domestik dengan training (keterampilan), yang diberikan pihak asing.
Adapun kerugian bagi pihak dalam negeri adalah sebagai berikut:
1.      Manajemen tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh pihak domestik, melainkan harus dibagi dengan pihak asing yang lebih mempunyai kemampuan.
2.      Training dan maajemen belum tentu diberikan dalam batas-batas kemampuan yang memadai untuk stansar asing.
3.      Transfer teknologi dari partner asing mungkin dilakukan dalam ukuran yang kurang optimal.
4.      Kemungkinan transfer nilai harga dengan perusahaan induk dalam dimensi lebih besar dapat dilaksanakan dan yang bisa menimbulkan kerugian bagi mitra lokal.
Bagi penanam modal (investor) asing keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh antara lain:
1.      Mendapat akses ke sumber-sumber lokal.
2.      Memperoleh pengalaman dan kiat-kiat mitra lokal dalam operasinya di dalam negeri.
3.      Dapat memperoleh akses pasar domestik yang mungkin dimiliki oleh mitra lokal.
4.      Dapat memperoleh pengurangan risiko usaha dengan pembagian beban risiko.
Adapun kerugian bagi investor asing diantaranya:[8]
1.      Manajemen tidak seluruhnya berada di tangannya, melainkan harus dibagi wewenangnya dengan pihak domestic, walaupun melalui suatu perjanjian tersendiri.
2.      Teknologi harus terbuka bagi mitra lokal, walaupun masih ada yang dapat disembunyikan dan yang tertutup.
3.      Strategi pemasaran dari barang-barang produksi mungkin tidak sepenuhnya dapat dikuasai karena tidak seluruhnya dapat disebarkan atau dipasarkan.

E.     Bangun Serah Guna dan Bangun Guna Serah
Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu (Junaidi Abdullah, 2010:53).
Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati (Junaidi Abdullah, 2010:54).
BGS dan BSG dilakukan untuk menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka pengyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Barang Milik Negara yang dapat dijadikan objek BGS/BSG adalah Barang Milik Negara yang berupa tanah, baik tanah yang ada pada Pengelola Barang maupun tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.[9]
Adapun subjek pelaksana BGS/BSG adalah (Junaidi Abdullah, 2010:54):
1.      Pihak yang dapat melaksanakan BGS/BSG Barang Milik Negara adalah Pengelola Barang.
2.      Pihak-pihak yag dapat menjadi mitra BGS/BSG adalah:
a.       Badan Usaha Milik Negara
b.      Badan Usaha Milik Daerah
c.       Badan Hukum lainnya

F.     Merger
Marger adalah suatu penggabungan satu atau beberapa badan usaha sehingga dari sudut ekonomi merupakan suatu kesatuan, tanpa melebur badan usaha yang bergabung.[10]
Dipandang dari segi ekonomi, ada dua jenis marger, yaitu merger horizontal dan merger vertikal
Merger horizontal adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang masing-masing kegiatan bisnis (produksinya) merupakan kelanjutan dari masing-masing produk. Contoh: PT “A” yang mengusahakan “Kapas”, bergabung dengan PT “B” yang mengusahakan “Pemintalan, bergabung dengan PT “C” yang mengusahakan “Kain” dan seterusnya. Dengan demikian, tujuan kerja sama di sini adalah menjamin tersediaya pasokan atau penjualan dan distribusi.
Merger vertikal adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang masing-masing kegiatan bisnis berbeda satu sama lain, namun tidak saling mendukung dalam penggunaan produk. Misalnya badan usaha perhotelan, bergabung dengan badan usaha perbankan, perasuransian sehingga di sini terlihat adanya diversifikasi usaha dalam suatu penggabungan badan usaha. Dengan demikian, penggabungan perseroan ini merupakan usaha perluasan atau pembesaran perseroan melalui pemilikan atau penyatuan beberapa perseroan ke dalam suatu kepemilikan.[11]




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa:
1.      Agen adalah seseorang atau badan hukum yang usahanya menjadi perantara yang diberi kuasa untuk melakukan perbuatan tertentu.
2.      Distributor adalah seseorang atau badan yang ditunjuk oleh principal untuk membeli barang-barangnya dan menawarkan serta menjualnya dalam wilayah tertentu, tetapi ia bertindak untuk dan atas namanya sendiri, sehingga segala akibatnya ditanggung sendiri.
3.      Waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
4.      Join Venture secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan di antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerja sama dalam suatu kegiatan.
5.      Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sedangkan Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
6.      Marger adalah suatu penggabungan satu atau beberapa badan usaha sehingga dari sudut ekonomi merupakan suatu kesatuan, tanpa melebur badan usaha yang bergabung.

B.     Penutup
Demikian makalah ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pembahasan makalah ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk lebih baiknya makalah yang kami buat selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Junaidi. 2010. Aspek Hukum dalam Bisnis. Kudus: Nora Media Enterprise.
Asyhadie, Zaeni. 2012. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia. Jakarta: PT  
Rajagrafindo Persada.
bisnis.html, Diakses 25 September 2014 Pukul 10.20 WIB




[1] Junaidi Abdullah, Aspek Hukum dalam Bisnis, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hal.45
[2] Ibid, hal.46
[3] Ibid, hal.46
[4] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hal. 157
[5] Junaidi Abdullah, Op. Cit., hal.47
[7] Zaeni Asyhadie, Op. Cit., hal. 151
[8] Ibid, hal. 154-155
[9] Junaidi Abdullah, Op.Cit., hal. 53-54
[10] Zaeni Asyhadie, Op. Cit., hal. 134
[11] Ibid, hal. 134

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puncak Natas Angin; Puncak dengan Jalur yang istimewa

Setelah beberapa lama merindukan angin malam diatas ketinggian, kali ini aku punya kesempatan untuk menakhlukan Puncak Natas angin bersama ...