Rabu, 25 Desember 2013

ILMUL QIRO'AT


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
                  Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu,  di antaranya adalah, ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari; tidak seperti ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
                  Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur’an secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini; pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal inilah barangkali yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.
                  Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali, menjaga dan mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat  telah mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian al-Qur’an. Tulisan singkat ini akan memaparkan secara global tentang ilmu Qira’at al-Qur’an, dapat dikatakan sebagai pengenalan awal terhadap Ilmu Qira’at al-Qur’an.

B.     Rumusan Masalah
            Secara garis besar terdapat beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1.      Pengertian Qiraat.
2.      Sejarah Perkembangan Qiraat.
3.      Macam-macam Qira’atil Qur’an.
             4.       TajwiddanAdabTilawah Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN


      1.      Pengertian Qiro’at
Qiro’at menurut bahasa berupa isim masdar dari lafal Qoro’a (fiil Madhi), yang berarti“membaca” maka Qiro’at berarti bacaan atau cara membaca.  Menurut istilah Qiro’at ialah satu cara membaca Al-Qur’an yang selaras dengan kaidah bahasa arab, dan sanatnya mutawatir.[1]
Imam Az-zarqoni dalam buku Manaahilul irfan mendefinisikan Qiro’at ialah suatu cara membaca Al-Qur’an yang di pilih oleh salah seorang imam ahli Qiro’at , yang berbeda dengan cara orang lain dalam mengucapkan Al-Qur’anil karim sekalipun riwayat (Sanat) dan jalannya sama.
Imam Az-zarkasyi dalam buku Al-Burhan Fii Ulumil Qur’an mengingatkan, bahwa Al-Qiro’at ( bacaan ) itu berbeda dengan Al-Qur’an (yang di baca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab, Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk  menjadi keterangan dan mu’jizat. Sedangkan Qiro’at ialah perbedaan cara membaca lafal-lafal wahyu tersebut di dalam tulisan huruf-hurufnya.
Jadi, qira’ah itu adalah cara membaca ayat-ayat alquran yang berupa wahyu Allah SWT, dipilih oleh salah seorang imam ahli qira’ah, berbeda dengan cara ulama lain, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir sanadnya dan selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan alquran yang terdapat dalam salah satu mushaf utsman.
Kitab Alquran itu diturunkan dalam tujuh bacaan atau tujuh cara membaca, yang relevan dengan bacaan (dialek) dari suku-suku bangsa arab yang ada pada waktu turunnya alquran dahulu.
Imam Bukhari, Muslim, Nasa’i, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Malik meriwayatkanhadist dari Umar bin Khattab r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa sesungguhnya Alquran itu diturunkan dengan tujuh macam bacaan, maka kalian bacalah dengan cara yang mudah dari cara-cara itu.” (H.R. Jama’ah).[2]

     2.      Sejarah Ilmu Qira’atil Qur’an
Pada masa hidup nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab Alquran ialah memperoleh ayat-ayat  Alquran itu, dengan mendengarkan, membaca, dan menghafalkannya secara lisan dari mulut ke mulut. Dari Nabi kepada para sahabat, dari sahabat yang satu kepada sahabat yang lain, dan dari seorang imam ahli bacaan yang satu kepada imam yang lain.
Pada periode pertama ini , Al-Qur’an belum di bukukan, sehingga dasar pembacaan dan pelajarannya adalah masih secara lisan ( tampa tulisan ). Pedomannya adalah Nabi dan para sahabat serta orang-orang yang hafal Alqur’an.
Hal ini berlangsung terus sampai pada masa sahabat, khalifah Abu Bakar dan Umar r.a. Pada masa mereka, kitab Al-Qur’an sudah di bukukan dalam satu mushhaf. Pembukuan Al-qur’an tersebut merupakan ikhtiar Khalifah Abu Bakar ra atas inisiatif Umar bin Khattab r.a.
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan r.a. mushaf Alquran itu disalin dan dibuat banyak, serta dikirim ke daerah- daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan Alquran.
Hal itu diupayakan Khalifah Utsman,karena padawaktu ada Perselisihan sesama kaum muslimin di daerah Azzerbeijan mengenai bacaan Alquran.  Perselisihan tersebut hampir saja menimbulkan perang saudara sesama umat Islam. Sebab, mereka berlainan dalam menerima bacaan ayat-ayat Alquran karena oleh Nabi diajarkan cara bacaan yang relevan dengan dialek mereka masing-masing. Tetapi karena tidak memahami maksud tujuan Nabi yang begitu tadi, lalu tiap-tiap suku / golongan menganggap hanya bacaan mereka sendiri yang benar, sedang bacaan yang lain salah, sehingga mengakibatkan perselisihan.
Inilah pangkal perbedaan qira’ah dan tonggak sejarah tumbuhnya ilmu Qira’ah. Untuk memadamkan perselisihan-perselisihan itu, Khalifah Utsman mengadakan penyalinan mushaf Alquran dan mengirimkannya ke berbagai daerah, sehingga bisa mempersatukan kembali perpecahan umat Islam.

      3.      Macam – Macam Qira’atil Qur’an 
Qira’atul Qur’an itu bermacam-macam. Jika ditinjau dari banyaknya para qurra’ yang mengajarkannya, ada tiga macam, yaitu : Qira’ah sab’ah, qira’ah asyrah, dan qira’ah asyarata. Jika ditinjau dari segiriwayatnya seperti dalam hadist, ada enam macam, yaitu : Mutawatir, masyhur, shahih, syadz, maudhu’, dan mudraj. Sedang jika ditinjau dari segi nama jenisnya, ada tiga macam, yaitu : Qira’ah, thariq, dan wajah.
Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa macam-macam qira’ah jika ditinjau dari segi banyaknya para qurra’ yang mengajarkannya, ada tiga macam yaitu :
     a)      Qira’ah sab’ah, yang qira’ahnya disandarkan kepada tujuh tokoh para qira’ah yang termasyhur. Qira’ah tersebut mulai terkenal sejak abad II H, pada masa pemerintahan Al-Makmun. Tujuh orang pakar qira’ah tersebut ialah :
     Ø  Nafi’ bin Abd Rahman ( wafat 169 H.) di Madinah.
     Ø  Ashim bin Abi Najud Al-Asady ( wafat 127 H.) di Kufah.
     Ø  Hamzah bin Habib At-Taymy ( wafat 158 H. ) di Kufah
     Ø  Ibnu Amir Al-Yashhuby ( wafat 118 H. ) di Syam.
     Ø  Abdullah Ibnu Katsir ( wafat 130 H. ) di Makkah.
     Ø  Abu Amer Ibnul Ala ( wafat 154 H. ) di Basrah.
     Ø  Abu Ali Al-Kisai ( wafat 189 H. ) di Kufah.

    b)      Qira’ah “asyrah, yang qira’ahnya didasarkan kepada sepuluh orang ahli qira’ah yang mengajarkannya. Tujuh orang dalam qira’ah sab’ah  ditambah dengan tiga oang lagi, yaitu :
     Ø  Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-Qari ( wafat 130 H. ) di Madinah.
     Ø  Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq Al-Hadhary ( wafat 205 H. ) di Bashrah.
     Ø  Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam Al-A’masyy ( wafat 129 H. )

    c)      Qira’ah arba’a “asyrata, yang qira’ahnya disandarkan kepada 14 orang ahli qira’ah yang mengajarkannya. 14 orang ahli qira’ah tersebut ialah 10 orang ahli qira’ah “asyrah ditambah 4 orang ahli qira’ah yang lain. 4 orangitu ialah sebagai berikut :
    Ø  Hasan Al-Bashry ( wafat 110 H. ) dari Basrah.
    Ø  Ibnu Muhaish ( wafat 123 H. )
    Ø  Yahya Ibnul Mubarak Al-Yazidy ( wafat 202 H. ) dari Baghdad
    Ø  Abul  Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy ( wafat 388 H. ) dari Baghdad.

    4.      Tajwid dan Adab Tilawah
            Abdullah bin Mas’ud adalah seorang qari’ yang memiliki suara merdu dan pandai membaca Qur’an. Bacaan (tilawah) yang baik mempunyai pengaruh tersendiri bagi pembaca dan pendengar dalam memahami makna-makna Qur’an dan menangkap rahasia kemukjizatannya, dengan khusyuk  dan rendah diri. Nabi pernah mengatakan : “Barang siapa ingin membaca Qur’an denga merdu seperti ketika diturunkan, hendaklah ia membacanya menurut bacaan Ibn Ummi ‘Abd,” yakni Ibn Mas’ud.
            Ilmu tentang Tajwidul Qur’an ini telah dibahas oleh segolongan ulama secara khusus dalam karya tersendiri, baik berupa nazam maupun prosa. Kemudian mereka mendefinisikan tajwid sebagai “memberikan kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhraj dan asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa dan dipaksa-paksakan.
            Para ulama menganggap qiraat Qur’an tapa tajwid sebagai suatu lahn. Lahn adalah kerusakan atau kesalahan yang menimpa lafaz, baik secara jaliy maupun secara khafiy. Lahn jaliy adalah kerusakan pada lafaz secara nyata sehingga dapat diketahui oleh ulama qiraat maupun lainnya, misalnya kesalahan i’rab atau saraf. Lahn khafiy adalah kerusakan pada lafaz yang hanya dapat diketahui oleh ulama qiraat dan para pengajar Qur’an yang cara bacanya deterima lagsung dari mulut para ulama qiraat dan kemudian dihafalnya dengan teliti.[3]Di anjurkan bagi orang yang membaca Qur’an memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  1.      Membaca Qur’an sesudah berwudu karena ia termasuk zikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadas.
    2.      Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca Qur’an.
    3.      Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat.
    4.      Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
    5.      Membaca ta’awwuz.
    6.      Membaca basmalah pada permulaan setiap surah.
   7.    Membacanya dengan tartil yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan terang serta memberikan kepada  setiap huruf akan haknya seperti membaca panjang dan idgam.
    8.      Memikirkan ayat-ayat yang dibacanya.
9.      Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Qur’an.
   10.  Membaguskan suara saat membaca Qur’an.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah di sebutkandapat di simpulkanbahwaQiro’at ialah suatu cara membaca Al-Qur’an yang di pilih oleh salah seorang imam ahli Qiro’at , yang berbeda dengan cara orang lain dalam mengucapkan Al-Qur’anil karim sekalipun, sekalipun riwayat (Sanat) dan jalannya sama. Qira’atul Qur’an itu bermacam-macam. Jika ditinjau dari banyaknya para qurra’ yang mengajarkannya, ada tiga macam, yaitu : Qira’ah sab’ah, qira’ah asyrah, dan qira’ah asyarata. Jika ditinjau dari segiriwayatnya seperti dalam hadist, ada enam macam, yaitu : Mutawatir, masyhur, shahih, syadz, maudhu’, dan mudraj. Sedang jika ditinjau dari segi nama jenisnya, ada tiga macam, yaitu : Qira’ah, thariq, dan wajah.


[1]Prof. Dr. H Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, hal.327
[2]Ibid, p.328-329
[3] Drs. Mudzakir AS, Studiilmu-ilmuqur’an, hal.264-265

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puncak Natas Angin; Puncak dengan Jalur yang istimewa

Setelah beberapa lama merindukan angin malam diatas ketinggian, kali ini aku punya kesempatan untuk menakhlukan Puncak Natas angin bersama ...