Rabu, 25 Desember 2013

TEMA SENTRAL SISTEMATIKA DAN METODE MEMPELAJARI FILSAFAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Filsafat adalah berfikir secara mendalam tentang hakikat segala sesuatu yang ada maupun yang mungkin ada tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan apapun. Adapun seseorang yang mendalami atau akhli dalam filsafat suka disebut filosof, di dalam filsafat Islam disebut akhli hikmah atau mutakalimin. Hasil pemikiran para filsof mengenai filsafat yang di kumpulkan dalam bentuk tulisan serta disusun secara sistematis, disebut sisitematika filsafat. Sistematika merupakan suatu penjabaran yang secara garis besar terdiri dari bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar. Jadi, filsafat membantu untuk mendalami pertanyaan  manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya.

B.            Rumusan Masalah
1. Apa tema-tema sentral filsafat?
2. Apa saja metode mempelajari filsafat?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tema sentral filsafat
1.    Aksiologi Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Dengan demikian aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu ilmu.Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti: epistimologis, etika dan estetika.
2.    Epistimologi, Pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Tapi empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia. Menurut teori pengetahuan epistemologi pengetahuan manusia ada tige macam, yaitu pengetahuan Sains, pengetahuan Filsafat, dan pengetahuan Mistik. Pengetahuan itu diuperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa alasan yang beberapa tentang ini :
a)      EmpirismeKata ini berasal dari kata Yunani empirikos yang berasal dari kata emperia, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Thomes Hobbess, Jhon Lock, dan David Hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, panndangan orang terhadap filsafat merosot. Hal ini terjadi karena filsafat tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan.
b)       Rasionalisme dipelopori  oleh Rene Descartes (1596-1650) yang disebut bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hokum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satau metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilih-pilih (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langka ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara pengenal secara dinamis.[1]
c)      Positivisme Filsafat positivism lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud fositif adalah segala kejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Tokoh alitan ini adalah August Comple (1798-1857) menurut pendapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu:
1.      Tahap teologi
2.      Tahap metalisis
3. Tahap ilmiah atau positif.
d). Intuisionisme Menurut Henri bergson (1859-1941), ia menganggap tidak hanya indera terbatas, akal juga terbatas. Akal hanya dapat  memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Akal hanya mampu memahami bagian-bagian dari objek, kemudian bagian-bagian itu digabunngkan oleh akal. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal seperti diterangkan di atas, bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Ini adslah hasil evolusi pengembangan yang tingggi. 
Landasan epistemologi ilmu, tercermin secara operasional dalam metode menyusun pengetahuannya berdasarkan:
a.    Kerangka pemimpinan yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun.
b.      Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebuut.
c.    Melakukan verifikasi terhadap hipotesis termasuk untuk menguji kebenaran pernyataan secara factual.
3.    Ontologi, Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani, yaitu On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Ontologi adalah hakikat yang ada yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. Tradisional terdaftar sebagai bagian dari cabang utama filsafat yang dikenal sebagai metafisika, ontologi berkaitan dengan pertanyaan mengenai apa yang ada entitas atau dapat dikatakan ada, dan bagaimana badan tersebut dapat dikelompokkan, terkait di dalam hirarki, dan dibagi menurut persamaan dan perbedaan. Ikhtisar Ontologi, dalam filsafat analitik, menyangkut menentukan apakah beberapa kategori yang sangat penting dan bertanya dalam apa arti item dalam kategori tersebut dapat dikatakan "menjadi". Ini adalah penyelidikan berada di begitu banyak seperti sedang, atau menjadi makhluk sejauh mereka ada-dan tidak sejauh, misalnya, fakta-fakta tertentu yang diperoleh tentang mereka atau properti tertentu yang berhubungan dengan mereka.[2]

Untuk Aristoteles ada empat dimensi ontologis yang berbeda:
1. menurut berbagai kategori atau cara menangani yang sedang seperti itu
2. menurut kebenaran atau kesalahan (misalnya emas palsu, uang palsu)
3. apakah itu ada dalam dan dari dirinya sendiri atau hanya 'datang bersama' oleh  kecelakaan.
4. sesuai dengan potensinya, gerakan (energi) atau jadi kehadiran (Buku Metafisika   Theta).

            Beberapa filsuf, terutama dari sekolah Plato, berpendapat bahwa semua kata benda (termasuk kata benda abstrak) mengacu kepada badan ada. filsuf lain berpendapat bahwa kata benda tidak selalu entitas nama, tetapi beberapa memberikan semacam singkatan untuk referensi untuk koleksi baik benda atau peristiwa. Dalam pandangan yang terakhir, pikiran, bukannya merujuk pada suatu entitas, mengacu pada koleksi peristiwa mental yang dialami oleh seseorang; masyarakat yang mengacu pada kumpulan orang-orang dengan beberapa karakteristik bersama, dan geometri mengacu pada koleksi dari jenis yang spesifik intelektual. Aktivitas Di antara kutub realisme dan nominalisme, ada juga berbagai posisi lain, tetapi ontologi apapun harus memberi penjelasan tentang kata-kata yang mengacu kepada badan usaha, yang tidak, mengapa, dan apa kategori hasil. Ketika seseorang berlaku proses ini untuk kata benda seperti elektron, energi, kontrak, kebahagiaan, ruang, waktu, kebenaran, kausalitas, dan Tuhan, ontologi menjadi dasar untuk banyak cabang filsafat

B.        Metode Mempelajari Filsafat
1.    Metode kritis yaitu, digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat  tingkat intensil. Pelajar haruslah sedikit banyak  telah memiliki pengetahuan. Socrates (470-399 SM) menganalisis objek-objek filsafatnya secara kritis dan dialektis. Berusaha menemukan jawaban yang mendasarkan tentang objek analisanya dengan pemeriksaan yang amat teliti dan terus-menerus. Ia menempatkan dirinya sebagai intelektual mid wife, yaitu orang yang memberi dorongan agar seseorang bisa melahirkan pengetahuannya yang tertimbun oleh pengetahuan semunya. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap orang tahu akan hakekat. Jadi Socrates menolong orang untuk melahirkan pengetahuan hakekat tersebut dengan jalan mengajak dialog yang dilakukan secara cermat. Dialog ini dilakukan dengan menarik, penuh humor, segar dan sederhana. Socrates mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tajam dan terarah. Lawan dialog giring kearah persoalan, makin lama makin mendalam kearah intinya. Lewat proses inilaah orang didorong untuk melahirkan pengetahuan yang dimiliki. Diteliti konsistensinya, dijernihkan keyakinan-keyakinannya, dibuka kesadarannya sehingga orang memahami keadaan dirinya. Entah dia memiliki pengetahuan yang sebenarnya atau dia kurang tahu. Socrates dalam hal ini bertindak sebagai bidan penolong sebuah proses kelahiran. Ia sebagai lawan dialog yang kritis dan menyenangkan, mengantar orang untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang ada. Kemudian secara sitematis menyusun dalam suatu batasan pengertian yang mengandung nilai filosofis. Plato meneruskan usaha gurunya, mengembangkan lebih lanjut metode Socrates. Dalam dialog Plato, orang dituntun untuk memahami hakekat objek dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara kritis dan mencari rumusan jawaban yang benar. Metode Socrates dan Plato ini disebut metode kritis, sebab proses yang terjadi dalam implikasinya adalah menjernihkan keyakinan-keyakinan orang. Meneliti apakan memiliki kosistensi intern atau tidak. Prinsip utama dalam metode kritis adalah perkembangan pemikiran dengan cara mempertemukan ide-ide, interplay antar ide. Sasarannya adalah yang umum atau batiniah. Akhir dari dialog kritis tersebut adalah perumusan definisi yang sudah merupakan suatu generalisasi.
2.    metode historis yaitu, suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode melalui empat tahapan. Maksudnya pengertian ini adalah sebuah metode yang tidak luput akan prinsip dan pegangan dalam penggunaan berfilsafat. Sehingga dalam menjalankan metode itu pun memiliki beberapa tahapan. Di mana jika kita lihat arti historis itu sendiri bahwa historis itu sendiri adalah sejarah waktu tentang pemikiran masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Jadi jika tersangkut paut akan historis maka metode ini membahas akan kebahasaan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang yang memiliki berbagai tahapan.
 Historis itu sendiri digunakan untuk memperkaya pengetahuan peneliti tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian masa lalu dapat terjadi serta proses bagaimana masa lalu itu menjadi masa kini, masa kini menjadi masa yang akan datang yang pada akhirnya dapat diharapkan meningkatnya pemahaman tentang kejadian masa kini serta memperoleh dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan di masa kini dan menuju masa depan yang lebih baik. Historis itu pun terdapat hubungan yang benar-benar utuh antara manusia, peristiwa, waktu, dan tempat secara kronologis dengan tidak memandang sepotong-sepotong objek-objek yang diobservasi. Antara manusia, peristiwa, waktu bahkan tempat memiliki ikatan yang saling berkesinambungan. Di mana suatu kejadian sejarah ada karena manusia, peristiwa, waktu dan tempat.[3]
3.    Metode Sistematis adalah cara mempelajari filsafat mengenai materi atau masalah-masalah yang dibicakannya. Sistimatis di sini artinya adanya susunan dan urutan (hierarki), juga kaitan suatu masalah dengan materi atau masalah lain yang terdapat dalam filsafat. Lantas, apa yang dimaksud dengan materi atau permasalahan dalam filsafat dan bagaimana susunan dan hubungan satu masalah dengan masalah lain terjadi? Tiga masalah pokok dalam dalam filsafat yang melahirkan jenis-jenis filsafat, disebut juga dengan problematika filsafat. Ketiga masalah tersebut antara lain. Pertama, masalah mengenal dan mengetahui (cognitio)  atau teori pengetahuan. kedua, masalah segala sesuatu (metafisika), yaitu metafisika umum (ontologi), dan metafisika khusus atau belajar tentang teori hakekat. Ketiga, masalah penilaian, nilai, dan aksiologi. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat. Tatkala membahas setiap cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas. Dengan belajar filsafat melalui metode ini perhatian kita terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh ataupun periode.
Sebenarnya, sistematika filsafat ini sudah ada sejak masa Yunani Kuno yang terkenal adalah sistematika Aristoteles. Sistimatika ini dianggap sebagai sistematika pertama dalam filsafat, meskipun sebelumnya, guru Aristoteles, Plato telah mengemukakan tiga cabang filsafat, yaitu dialektika yang mempersoalkan gagasan atau pengertian umum, fisika yang mempersoalkan dunia materi, dan etika yang mempersoalkan baik serta buruk. Menurut Aristetoles, pembagian atau klasifikasi filsafat adalah logika yang dianggap sebagai pendahulu filsafat. Adapun klasifikasi filsafatnya, yaitu filsafat teoritis membicarakan fisika, matematika, dan metafisika; filsafat fisika praktis membicarakan etika, ekonomi, dan politik; serta filsafat poetika(kesenian).[4]

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Secara garis besar filsafat mempunyai tiga cabang besar yaitu :
teori pengetahuan membicarakan cara memperoleh pengetahuan, disebut epistemology.
teori hakikat membicarakan pengetahuan itu sendiri, disebut ontology.
teori nilai membicarakan guna pengetahuan itu.
Korelasi epistimologi dalam ilmu pendidikan diposisikan sebagai teori pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Sedangkan Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu teletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moral) dan pengalamannya, inilah yang dijadikan sebagai titik pusat. Kemudian salah satu fungsi atau kegunaan filsafat pendidikan adalah sebagai sumber ilmu atau induk pengetahuan.
B.     PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.



[1] Achmadi asmoro, filsafat umum, Jakarta:rajawali press.2010,hlm 115
[3] Imam Barnadib, filsafat pendidikan pengantar mengenai system dan metode, Yogyakarta:Andi offset, 1990.hlm 15
[4] Ibid,hlm20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puncak Natas Angin; Puncak dengan Jalur yang istimewa

Setelah beberapa lama merindukan angin malam diatas ketinggian, kali ini aku punya kesempatan untuk menakhlukan Puncak Natas angin bersama ...