Selasa, 23 September 2014

DUMPING dalam PRESPEKTIF ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
                  Di era ekonomi yang bersifat global, hubungan ekonomi dalam bentuk perdagangan luar negeri merupakan hal penting yang turut mempengaruhi perekonomian suatu negara. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kemampuan antara negara dalam menghasilkan produk yang dibutuhkan, atau untuk tujuan perluasan pasar dan peningkatan keuntungan diantara para negara yang melakukan hubungan perdagangan tersebut.
                  Hal yang sangat menarik untuk diteliti yaitu ternyata setiap negara saling berlomba-lomba untuk menguasai pasar internasional, namun sayangnya cara-cara yang ditempuh untuk menguasai pasar tersebut dilakukan dengan kecurangan-kecurangan yang berakibat pada rusaknya mekanisme pasar.
                  Dalam perdagangan internasional, bentuk diskriminasi harga yang biasa dilakukan adalah dumping atau Siyasah Al-Ighraq, yaitu menjual produk sejenis diluar negeri dengan harga yang lebih murah dibanding negara lain. Tentunya produk yang dari negara yang melakukan dumping akan lebih diminati oleh para konsumen.
                  Dumping merupakan praktek perdagangan yang tidak fair dan dapat merusak mekanisme pasar. Dumping dapat menimbulkan kerugian terhadap dunia usaha atau industri produk-produk sejenis didalam negeri.
                  Dari gambaran diatas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana sebenarnya praktek dumping dalam prespektif islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana praktek dumping dalam perdagangan?
2.      Bagaimana tinjauan etika bisnis islam terhadap praktek dumping?
3.      Bagaiman solusi agar praktek dumping tidak merugikan suatu pihak?
BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Praktek Dumping
1.      Pengertian Dumping
Dumping menurut aturan GATT diartikan sebagai keadaan suatu produk dimasukkan kedalam pasar negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga normal. Rumusan ini dapat berarti harga yang lebih rendah dari harga jual didalam negara pengekspor, dalam hal tidak adanya penjual dinegara pengekspor untuk produk tersebut harga yang lebih rendah dari harga jual dinegara pengimpor lain atau setelah dikoreksi dengan biaya pengangkutan dan biaya lain yang lazim dalam perdagangan. [1]
Menurut Kamus Lengkap Perdagangan International dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah dari pada tingkat harga ditingkat pasar domestiknya atau dinegara ketiga.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dumping adalah sistem penjualan barang dipasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali dengan tujuan agar harga pembelian didalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasaran luar negeri dan dapat menguasai harga kembali.

2.      Jenis-jenis Dumping dalam Perdagangan Internasional
Para ahli ekonomi pada umumnya mengklasifikasikan dumping dalam tiga kategori yaitu masing-masing; dumping yang bersifat sporadis, dumping yang menetap dan dumping yang bersifat merusak.
a.       Dumping Sporadis
Dumping sporadis adalah dumping yang dilakukan dengan menjual barang pada pasar luar negeri pada jangka waktu yang pendek dengan harga dibawah harga dalam negeri negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut. Hal tersebut sering dimaksudkan untuk menghapuskan barang yang tidak diinginkan. Jadi niatnya sama sekali tidakuntuk menindas atau mematikan produk pesaing.
b.      Dumping Persistent (Menetap)
Dumping persistent adalah penjualan pada pasar luar negeri dengan harga dibawah harga domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara menetap dan terus menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang yang dilakukan sebelumnya.
c.       Dumping Predatory
Dumping predatory terjadi apabila perusahaan untuk sementara waktu membuat diskriminasi harga tertentu sehubungan dengan adanya para pembeli asing. Diskriminasi itu untuk menghilangkan persaingan-persaingannya dan kemudian menaikan lagi harga barangnya setelah persaingan tidak ada lagi.[2]

3.      Tujuan dan Akibat Negatif Dumping
Dumping terjadi bila para produsen dari suatu negara menjual hasil mereka ke negara lain dibawah harga yang dikenakan pada para konsumen negara asal. Tujuan dumping tersebut antara lain:[3]
a.       Untuk menghabiskan persediaan yang berlebihan karena keliru menilai permintaan.
b.      Mengembangkan hubungan perdagangan baru dengan menetapkan harga yang rendah.
c.       Mengenyahkan persaingan pasar asing, produsen asing, atau pribumi, dan
d.      Memungut keuntungan sebesar-besarnya dalam perekonomian
Ada berbagai akibat yang dapat ditimbulkan praktik dumping ini, diantaranya produk sejenis dalam negeri kalah bersaing akibat harga produk impor tersebut jauh lebih murah dibandingkan harga produk sejenis yang ada dalam negara domestik, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran karena perusahaan dalam negeri harus menghemat biaya operasionalnya agar dapat bersaing dengan barang-barang impor yang harganya sangat murah, dan yang lebih parah lagi adalah tutupnya perusahaan dalam negeri akibat produksinya terus menurun dan barang-barangnya tidak laku dipasaran.
Contoh praktek dumping yang menyebabkan kerugian langsung: Indonesia telah mengimpor komoditas sepatu dari jepang yang harganya sangat murah karena telah dikenakan dumping. Akibatnya industry Indonesia banyak yang gulung tikar karena produknya kalah dalam persaingan sehingga barang tidak laku, akibat lebih lanjut para pekerja pada pabrik sepatu  banyak dikenakan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) untuk menyelamatkan kelanjutan pabrik sepatu tersebut.
Di samping kerugian langsung praktek dumping juga menyebabkan kerugian tidak langsung, misalnya: Jepang telah mengekspor sepeda motor dengan volume 15 persen dari seluruh total impor sepeda motor Indonesia. Kemudian Jepang mengenakan harga dumping yang less than fair value (LTVF). Maka sekalipun volume ekspor sepeda motor Jepang ke Indonesia tetap 15 persen, karena daya saingnya yang lebih kuat berdasarkan LTVF, secara diam-diam telah merugikan produsen importer (Indonesia).
BAB III
TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK DUMPING

A.    Kompetisi dalam Islam
1.      Persaingan Bisnis:Suatu Keniscayaan
Bisnis nampaknya tidak dapat dipisahkan dari aktifitas persaingan. Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan perlombaan dalam mencari kebaikan. Jika ini dijadikan dasar bisnis, maka praktek bisnis harus menjalankan suatu aktifitas persaingan yang sehat. Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini dengan apa yang disebut dengan perdagangan bebas dan persaingan bebas, maka aktivitas persaingan dalam bisnis antara satu pembisnis dengan pembisnis lainnya tidak dapat dihindarkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana persaingan bisnis itu dapat memberikan konstribusi yang baik bagi para pelakunya
Harapan ideal tersebut dapat diwujudkan jika ada komitmen bersama diantara pesaing terhadap konsep persaingan, yaitu persainga itu tidak lagi diartikan sebagai usaha mematikan pesaing lainnya, tetapi dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik dari usaha bisnisnya. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh cara pandag tentang persaingan ada perbedaan paradigm dalam melihat pesaing bisnis, yaitu:cara baru melihat pesaing.
a.       Paradigma Lama
1)      “Yang lain” adalah musuh saya
2)      Nama permainan itu adalah kemenangan
3)      Saya lebih baik daripada mereka
4)      Saya terpisah dari yang lain
b.      Paradigma Baru
1)      “Yang lain” adalah benchmark saya
2)      Nama permainan itu adalah pengembangan terus menerus
3)      Saya adalah sesuatu yang penting
4)      Saya adalah bagian dari komunitas
2.      Ajaran Islam dalam Bersaing Secara Sehat dalam Bisnis
Islam sebagai salah satu aturan hidup yang khas telah memberikan aturannya yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat praktik persaingan yang tidak sehat. Dalam kaitan ini, maka islam memberikan resep untuk mensikapi persaingan dalam bisnis yaitu ada tiga unsur yag perlu dicermati yakni pihak yang bersaing, cara persaingan, produk dan jasa yang dipersaingkan.
Ajaran berikut dapat dijadikan pijakan dalam melakukan persaingan dalam bisnis yaitu:
a.       Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling makan harta sesama kalian secara bathil.
b.      Seorang muslim adalah bersaudara dengan muslim lainnya, tidak menzalimi dan tidak menekannya.
c.       Menciptakan suasana sebagai berikut:
1)      Pembisnis muslim tidak menghasilkan segala cara
2)      Pembisnis muslim berupaya menghasilkan produk berkualitas dan pelayanan yang baik sesuia syari’ah
3)      Pembisnis muslim harus memperhatikan hukum-hukum islam yang berkaitan dengan akad-akad bisnis
4)      Negara harus mampu menjamin terciptanya sistem yang adil dan kondusif dalam persaingan
Manusia adalah pusat pengendali persaingan bisnis. Bagi seorang muslim, bisnis adalah dalam rangka memperoleh dan mengembangkan kepemilikan harta. Dalam hal kerja, islam memerintahkan setiap muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi, sebagaimana Allah telah memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Dengan landasan ini, persaingan tidak lagi diartikan sebagai usaha mematikan pesaing lainnya, tetapi dilakukan untuk memberikan sesuatu yang baik dari usaha bisnisnya.
Berbisnis adalah bagian dari muamalah, bisnis juga tidak terlepas dari hukum-hukum yang mengatur masalah muamalah. Dalam berbisnis, setiap orang akan berhubungan dengan pihak-pihak lain seperti rekanan bisni dan pesaing bisnis. Sebagai hubungan interpersonal, seorang pebisnis muslim tetap harus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada mitranya.
Produk yang dipersaingkan haruslah memiliki beberapa keunggulan produk yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing adalah sebagai berikut;
a.       Produk, yang dipersaingkan harus halal
b.      Harga, bila ingin memenangkan persaingan, harga produk harus kompetitif
c.       Tempat, harus baik, sehat, bersih, dan nyaman
d.      Pelayanan harus diberikan dengan ramah
e.       Layanan purna jual, service yang akan melanggengkan pelaggan
B.     Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Praktek Dumping
Islam sebagai salah satu aturan hidup yang khas telah memberikan aturannya yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat praktik persaingan yang tidak sehat. Dalam kaitan ini, maka Islam memberikan resep untuk menyikapi persaingan dalam bisnis yaitu ada tiga unsur yang perlu dicermati yakni pihak yang bersaing, cara persaingan, produk dan jasa yang dipersaingkan.
Proses globalisasi dalam berbagai bidang serta perkembangan lain yang terjadi selama ini, menimbulkan gejala menyatunya ekonomi semua bangsa. Terjadi hubungan saling ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional kedalam ekonomi global. Proses itu terjadi secara bersamaan dengan bekerjanya mekanisme pasar yang dijiwai persaingan.
Untuk mendapatkan manfaat dari globalisasi, maka produk-produk dalam negeri harus dapat menembus bukan saja pasar domestik melainkan juga pasar dunia. Oleh karena itu kebijakan perdagangan internasional yang melancarkan arus barang, jasa dan produksi mau tidak mau harus mengandalkan produk yang mutu dan harganya bersaing.[4]
Selanjutnya prinsip dasar perdagangan islam adalah adanya kebebasan dalam melakukan transaksi dengan mengindahkan keridhaan dan melarang pemaksaan. Akan tetapi tidak sedikit orang-orang yang menyalahartikan kebebasan ini. Sehingga mereka dapat menghalalkan segala macam cara untuk mengeruk keuntungan sebayak-banyaknya tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya. Tindakan persaingan antar pelaku ekonomi mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun dalam bentuk bukan harga. Dalam bentuk harga misalnya terjadi diskriminasi harga yang dikenal sebagai istilah dumping.
Kemudian jika dikaji menggunakan etika bisnis islam pembahasan kompetisi dalam islam, dumping masuk dalam kategori yang diperbolehkan dengan ketentuan harga yang bersifat adil sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas tindakan dumping tersebut. Dan menurut Direktorat Pengamanan Perdagangan Ditjen Kerjasama Perdagagan Internasional Departemen Perdagangan RI, praktek dumping itu diperbolehkan, sepanjang marjin dumpingnya kurang dari 2-3%. Karena bagi negara pengimpor jika marjin dumping lebih dari 3% maka akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industry barang sejenis dalam negeri, hal ini akan ditandai dengan membanjirnya barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah dari pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri yang diikuti munculnya dampak pemutusan hubungan kerja massal serta pengangguran dan bagkrutnya industry barang sejenis dalam negeri. Dengan kata lain hakikat dumping sebagai praktek curang jika margin dumping melebihi 3%. Dumping sendiri dipergunakan bukan hanya untuk merebut pasaran dinegara lain tetapi juga dapat berakibat mengrogoti, bahkan mematikan perusahaan domestic yang menghasilkan produk sejenis.
Selain kriteria margin dumping tadi, suatu produk bisa dikatakan dumping apabila memenuhi 3 kriteria lain yaitu:
a.       Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping
b.      Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material
c.       Adanya hubungan kausal antara dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian yang terjadi.
Jika seorang mengerjakan dumping dengan maksud membahayakan orang lain maka itu adalah haram dan juga merupakan kompetisi yang bersifat curang karena ingin mematikan produk pesaing. Namun jika dumping dilakukan dengan prosedur dan ketentuan yang benar maka dumping itu diperbolehkan.
Memang tujuan dari dumping adalah untuk memonopoli pasar dengan maksud mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dalam ekonomi islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. jadi praktek ini sah-sah saja. Namun siapapun tidak boleh melakukan ihtikar, yaitu mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi atau istilah ekonominya monopolistic rent. Artinya selama dumping itu tidak merugikan, dumping tersebut sah-sah saja. Akan tetapi jika dumping sudah mulai merugikan dan merusak mekanisme pasar maka dumping tersebut dilarang.
BAB IV
SOLUSI MENGENAI PRAKTEK DUMPING

Solusi yang dapat penulis berikan mengenai praktek dumping diantaranya:
1.      Hendaknya untuk para pelaku ekonomi harus mempunyai etika dalam berbisnis, karena dengan adanya etika tersebut diharapkan prilaku-prilaku moral hazard dapat dicegah. Sehingga akan tercipta kondisi perekonomian yang stabil dan menguntungkan semua pihak.
2.      Seharusnya para produsen yang ingin memperoleh keuntungan besar janganlah menggunakan cara-cara yang dapat merugikan pihak lain, seperti praktek dumping dengan margin diatas 3% karena hal itu dapat menyebabkan kerugian yang besar terhadap pihak lain.
3.      Untuk pemerintah, seharusnya lebih memperhatikan perdagangan produk-produk yang akan di ekspor keluar negeri, karena nyatanya banyak produk dalam negeri yang terkena tudingan dumping. Selain itu juga pemerintah harus mengawasi produk-produk asing yang masuk kedalam negeri terutama yang berpotensi melakukan dumping, agar produk negeri tidak kalah bersaing.
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di sebutkan dapat di simpulkan bahwa:
1.      Dumping adalah sistem penjualan barang dipasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali dengan tujuan agar harga pembelian didalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasaran luar negeri dan dapat menguasai harga kembali.
2.      Pada umumnya pengklasifikasian dumping dalam tiga kategori yaitu masing-masing; dumping yang bersifat sporadis, dumping yang menetap dan dumping yang bersifat merusak.
3.      Manusia adalah pusat pengendali persaingan bisnis. Bagi seorang muslim, bisnis adalah dalam rangka memperoleh dan mengembangkan kepemilikan harta. Dalam hal kerja, islam memerintahkan setiap muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi, sebagaimana Allah telah memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Dengan landasan ini, persaingan tidak lagi diartikan sebagai usaha mematikan pesaing lainnya, tetapi dilakukan untuk memberikan sesuatu yang baik dari usaha bisnisnya.
4.      Menurut Direktorat Pengamanan Perdagangan Ditjen Kerjasama Perdagagan Internasional Departemen Perdagangan RI, praktek dumping itu diperbolehkan, sepanjang marjin dumpingnya kurang dari 2-3%. Karena bagi negara pengimpor jika marjin dumping lebih dari 3% maka akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industry barang sejenis dalam negeri, hal ini akan ditandai dengan membanjirnya barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah dari pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri .

B.     Penutup
Demikian paper ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pembahasan paper ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk lebih baiknya paper yang kami buat selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.


[1] Hendra Halwani. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi (Jakarta:Galia Indonesia, 2002),h.358

[3] M.A Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT.Intermasa, 1992),h. 294
[4] Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-bayang Pasar Bebas (Jakarta:Sinar Grafika, 2002) h.2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puncak Natas Angin; Puncak dengan Jalur yang istimewa

Setelah beberapa lama merindukan angin malam diatas ketinggian, kali ini aku punya kesempatan untuk menakhlukan Puncak Natas angin bersama ...