BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang masalah
Qiraat merupakan salah satu
cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak banyak orang yang tertarik
kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan akademik.
Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya adalah, ilmu ini
tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari;
tidak seperti ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan
berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at
tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan
halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Selain
itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus
diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan
al-Qur’an secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar
dari ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini;
pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga
merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam
qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini.
Hal-hal inilah barangkali yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.
Meskipun
demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali, menjaga dan
mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai dengan yang
telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat telah mencurahkan segala
kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka
telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan
masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian al-Qur’an. Tulisan
singkat ini akan memaparkan secara global tentang ilmu Qira’at al-Qur’an, dapat
dikatakan sebagai pengenalan awal terhadap Ilmu Qira’at al-Qur’an.
B. Rumusan
Masalah
Secara
garis besar terdapat beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1. Pengertian
Qiraat.
2. Sejarah
Perkembangan Qiraat.
3. Macam-macam
Qira’atil Qur’an.
4. TajwiddanAdabTilawah Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Qiro’at
Qiro’at menurut bahasa berupa isim masdar dari lafal Qoro’a
(fiil Madhi), yang berarti“membaca” maka Qiro’at berarti bacaan atau cara
membaca. Menurut istilah Qiro’at ialah
satu cara membaca Al-Qur’an yang selaras dengan kaidah bahasa arab, dan
sanatnya mutawatir.[1]
Imam Az-zarqoni dalam buku
Manaahilul irfan mendefinisikan Qiro’at ialah suatu cara membaca Al-Qur’an yang
di pilih oleh salah seorang imam ahli Qiro’at , yang berbeda dengan cara orang
lain dalam mengucapkan Al-Qur’anil karim sekalipun riwayat (Sanat) dan jalannya
sama.
Imam Az-zarkasyi dalam buku
Al-Burhan Fii Ulumil Qur’an mengingatkan,
bahwa Al-Qiro’at ( bacaan
) itu berbeda dengan Al-Qur’an (yang
di baca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab, Al-Qur’an adalah
wahyu Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi keterangan dan mu’jizat. Sedangkan
Qiro’at ialah perbedaan cara membaca lafal-lafal wahyu tersebut di dalam
tulisan huruf-hurufnya.
Jadi, qira’ah itu adalah cara
membaca ayat-ayat alquran yang berupa wahyu Allah SWT, dipilih oleh salah
seorang imam ahli qira’ah, berbeda dengan cara ulama lain, berdasarkan
riwayat-riwayat mutawatir sanadnya dan selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab
serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan alquran yang terdapat dalam salah
satu mushaf utsman.
Kitab Alquran itu diturunkan dalam
tujuh bacaan atau tujuh cara membaca, yang relevan dengan bacaan (dialek) dari
suku-suku bangsa arab yang ada pada waktu turunnya alquran dahulu.
Imam Bukhari, Muslim, Nasa’i,
Tirmidzi, Abu Dawud, dan Malik meriwayatkanhadist dari Umar bin Khattab r.a.
bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa
sesungguhnya Alquran itu diturunkan dengan tujuh macam bacaan, maka kalian
bacalah dengan cara yang mudah dari cara-cara itu.” (H.R. Jama’ah).[2]
2. Sejarah
Ilmu Qira’atil Qur’an
Pada
masa hidup nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab Alquran ialah
memperoleh ayat-ayat Alquran itu, dengan
mendengarkan, membaca, dan menghafalkannya secara lisan dari mulut ke mulut.
Dari Nabi kepada para sahabat, dari sahabat yang satu kepada sahabat yang lain,
dan dari seorang imam ahli bacaan yang satu kepada imam yang lain.
Pada
periode pertama ini , Al-Qur’an belum di bukukan, sehingga dasar pembacaan dan
pelajarannya adalah masih secara lisan ( tampa tulisan ). Pedomannya adalah
Nabi dan para sahabat serta orang-orang yang hafal Alqur’an.
Hal ini berlangsung
terus sampai pada masa sahabat, khalifah Abu Bakar dan Umar r.a. Pada masa
mereka, kitab Al-Qur’an sudah di bukukan dalam satu mushhaf. Pembukuan
Al-qur’an tersebut merupakan ikhtiar Khalifah Abu Bakar ra atas inisiatif Umar
bin Khattab r.a.
Pada masa pemerintahan Khalifah
Utsman bin Affan r.a. mushaf Alquran itu disalin dan dibuat banyak, serta
dikirim ke daerah- daerah Islam yang pada waktu itu sudah menyebar luas guna
menjadi pedoman bacaan pelajaran dan hafalan Alquran.
Hal itu diupayakan Khalifah
Utsman,karena padawaktu ada Perselisihan sesama kaum muslimin di daerah
Azzerbeijan mengenai bacaan Alquran.
Perselisihan tersebut hampir
saja menimbulkan perang saudara sesama umat Islam. Sebab, mereka berlainan
dalam menerima bacaan ayat-ayat Alquran karena oleh Nabi diajarkan cara bacaan
yang relevan dengan dialek mereka masing-masing. Tetapi karena tidak memahami
maksud tujuan Nabi yang begitu tadi, lalu tiap-tiap suku / golongan menganggap
hanya bacaan mereka sendiri yang benar, sedang bacaan yang lain salah, sehingga
mengakibatkan perselisihan.
Inilah pangkal perbedaan qira’ah
dan tonggak sejarah tumbuhnya ilmu Qira’ah. Untuk memadamkan
perselisihan-perselisihan itu, Khalifah Utsman mengadakan penyalinan mushaf
Alquran dan mengirimkannya ke berbagai daerah, sehingga bisa mempersatukan
kembali perpecahan umat Islam.
3. Macam
– Macam Qira’atil Qur’an
Qira’atul Qur’an itu
bermacam-macam. Jika ditinjau dari banyaknya para qurra’ yang mengajarkannya,
ada tiga macam, yaitu : Qira’ah sab’ah, qira’ah asyrah, dan qira’ah asyarata.
Jika ditinjau dari segiriwayatnya
seperti dalam hadist,
ada enam macam, yaitu : Mutawatir, masyhur, shahih, syadz, maudhu’, dan mudraj.
Sedang jika ditinjau dari segi nama jenisnya, ada tiga macam, yaitu : Qira’ah,
thariq, dan wajah.
Dari
uraian diatas dapat diketahui, bahwa macam-macam qira’ah jika ditinjau dari
segi banyaknya para qurra’ yang mengajarkannya, ada tiga macam yaitu :
a) Qira’ah
sab’ah, yang qira’ahnya disandarkan kepada tujuh tokoh para qira’ah yang termasyhur.
Qira’ah tersebut mulai terkenal sejak abad II H, pada masa pemerintahan
Al-Makmun. Tujuh orang pakar qira’ah tersebut ialah :
Ø Nafi’ bin Abd Rahman (
wafat 169 H.) di Madinah.
Ø Ashim
bin Abi Najud Al-Asady ( wafat 127 H.) di Kufah.
Ø Hamzah
bin Habib At-Taymy ( wafat 158 H. ) di Kufah
Ø Ibnu
Amir Al-Yashhuby ( wafat 118 H. ) di Syam.
Ø Abdullah
Ibnu Katsir ( wafat 130 H. ) di Makkah.
Ø Abu
Amer Ibnul Ala ( wafat 154 H. ) di Basrah.
Ø Abu
Ali Al-Kisai ( wafat 189 H. ) di Kufah.
b) Qira’ah
“asyrah, yang qira’ahnya didasarkan kepada sepuluh orang ahli qira’ah yang
mengajarkannya. Tujuh orang dalam qira’ah sab’ah ditambah dengan tiga oang lagi, yaitu :
Ø Abu
Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-Qari ( wafat 130 H. ) di Madinah.
Ø Abu
Muhammad Ya’qub bin Ishaq Al-Hadhary ( wafat 205 H. ) di Bashrah.
Ø Abu
Muhammad Khalaf bin Hisyam Al-A’masyy ( wafat 129 H. )
c) Qira’ah
arba’a “asyrata, yang qira’ahnya disandarkan kepada 14 orang ahli qira’ah yang
mengajarkannya. 14 orang ahli qira’ah tersebut ialah 10 orang ahli qira’ah “asyrah
ditambah 4 orang ahli qira’ah yang lain. 4 orangitu ialah sebagai berikut :
Ø Hasan
Al-Bashry ( wafat 110 H. ) dari Basrah.
Ø Ibnu
Muhaish ( wafat 123 H. )
Ø Yahya
Ibnul Mubarak Al-Yazidy ( wafat 202 H. ) dari Baghdad
Ø Abul Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy ( wafat 388 H. )
dari Baghdad.
4.
Tajwid
dan Adab Tilawah
Abdullah bin Mas’ud adalah seorang
qari’ yang memiliki suara merdu dan pandai membaca Qur’an. Bacaan (tilawah)
yang baik mempunyai pengaruh tersendiri bagi pembaca dan pendengar dalam
memahami makna-makna Qur’an dan menangkap rahasia kemukjizatannya, dengan
khusyuk dan rendah diri. Nabi pernah
mengatakan : “Barang siapa ingin membaca Qur’an denga merdu seperti ketika
diturunkan, hendaklah ia membacanya menurut bacaan Ibn Ummi ‘Abd,” yakni Ibn
Mas’ud.
Ilmu tentang Tajwidul Qur’an ini
telah dibahas oleh segolongan ulama secara khusus dalam karya tersendiri, baik
berupa nazam maupun prosa. Kemudian mereka mendefinisikan tajwid sebagai
“memberikan kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan
huruf kepada makhraj dan asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara
yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa dan dipaksa-paksakan.
Para ulama menganggap qiraat Qur’an
tapa tajwid sebagai suatu lahn. Lahn adalah kerusakan atau kesalahan yang menimpa
lafaz, baik secara jaliy maupun secara khafiy. Lahn jaliy adalah kerusakan pada
lafaz secara nyata sehingga dapat diketahui oleh ulama qiraat maupun lainnya,
misalnya kesalahan i’rab atau saraf. Lahn khafiy adalah kerusakan pada lafaz
yang hanya dapat diketahui oleh ulama qiraat dan para pengajar Qur’an yang cara
bacanya deterima lagsung dari mulut para ulama qiraat dan kemudian dihafalnya
dengan teliti.[3]Di
anjurkan bagi orang yang membaca Qur’an memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Membaca Qur’an sesudah
berwudu karena ia termasuk zikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya
bagi orang yang berhadas.
2.
Membacanya di tempat
yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca Qur’an.
3.
Membacanya dengan
khusyuk, tenang dan penuh hormat.
4.
Bersiwak (membersihkan
mulut) sebelum mulai membaca.
5.
Membaca ta’awwuz.
6.
Membaca basmalah pada
permulaan setiap surah.
7. Membacanya dengan
tartil yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan terang serta memberikan kepada
setiap huruf akan haknya seperti membaca panjang dan idgam.
8.
Memikirkan ayat-ayat
yang dibacanya.
9.
Meresapi makna dan
maksud ayat-ayat Qur’an.
10.
Membaguskan suara saat
membaca Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di sebutkandapat di
simpulkanbahwaQiro’at ialah suatu cara membaca Al-Qur’an
yang di pilih oleh salah seorang imam ahli Qiro’at , yang berbeda dengan cara
orang lain dalam mengucapkan Al-Qur’anil karim sekalipun, sekalipun riwayat
(Sanat) dan jalannya sama. Qira’atul
Qur’an itu bermacam-macam. Jika ditinjau dari banyaknya para qurra’ yang
mengajarkannya, ada tiga macam, yaitu : Qira’ah sab’ah, qira’ah asyrah, dan
qira’ah asyarata. Jika ditinjau dari segiriwayatnya
seperti dalam hadist,
ada enam macam, yaitu : Mutawatir, masyhur, shahih, syadz, maudhu’, dan mudraj.
Sedang jika ditinjau dari segi nama jenisnya, ada tiga macam, yaitu : Qira’ah,
thariq, dan wajah.