BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
dunia usaha, peningkatan kegiatan usaha selalu menghadapi masalah-masalah
pelik. Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh pemimpin atau pemilik
perusahaan ialah menyediakan modal kerja yang diperlukan untuk menunjang
kegiatan-kegiatan dalam perusahaan. Pimpinan perusahaan harus selalu aktif
meneliti sumber-sumber dan penggunaan modal kerja agar perusahaan selalu
tercukupi. Modal kerja dapat diperoleh dari hasil operasional perusahaan maupun
dari luar. Kegagalan memperoleh modal kerja akan menimbulkan hambatan, meski
hal itu juga turut dipengaruhi oleh faktor pengelolaan dalam meningkatkan mutu
produksi dan faktor lain yang sifatnya eksternal.
Peran
modal kerja sangat penting bagi setiap perusahaan, misalnya salah satu peranan
modal kerja ialah menjamin kontinuitas perusahaan. Namun, pada dasarnya, modal
kerja dan modal memiliki hubungan yang sangat erat. Modal, disamping
kontinuitas, juga menjaga likuiditas perusahaan. Dalam makalah ini, penulis
mencoba untuk menguraikan perbedaan antara modal dan modal kerja. Uraian
berikutnya, akan membahas materi yang berhubungan dengan modal kerja. Uraian
akan meliputi, pembahasan mengenai pengertian modal kerja, konsep serta
komponennya, klasifikasi modal kerja, jenis-jenis kebijakan, perhitungan
perputaran modal, penentuan besarnya modal keja, konsep zero working capital, serta prinsip modal kerja menurut perspektif
Islam.
B.
Rumusan Masalah
Dari makalah yang kami
buat ini, yang dapat kami paparkan adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian modal dan modal kerja
?
2. Apa saja konsep-konsep modal kerja
dan komponennya?
3. Apa modal kerja permanen dan
variabel itu?
4. Apa saja jenis-jenis kebijakan modal
kerja ?
5. Bagaimana perhitungan perputaran
modal kerja itu?
6. Bagaimana cara menentukan besarnya
modal kerja ?
7. Apa konsep modal kerja nol (zero working capital) ?
8. Bagaimana prinsip modal kerja
menurut perspektif islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Modal dan Modal Kerja
1.
Pengertian Modal
Sebelum pembahasan tentang modal
kerja secara spesifik, terlebih dahulu perlu dilakukan penjelasan tentang modal,
karena modal merupakan faktor produksi yang harus dimiliki oleh perusahaan agar
aktifitasnya dapat berjalan dengan lancar. Modal dalam pengertian klasik
berarti hasil produksi yang digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya.
Dalam konteks ini modal diterjemahkan secara fisik (physical oriented).
Pada perkembangan selanjutnya, pengertian modal mengalami pergeseran dari sifat
fisik menjadi non fisik (non physical oriented). Dalam pengertian ini
modal ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan
yang terkandung dalam barang-barang modal.[1]
2.
Pengertian Modal Kerja
Suatu analisis modal kerja adalah penting, baik bagi
analisis internal maupun bagi analisis eksternal, oleh karena ada hubungan yang
erat antara modal kerja dan kegiatan sehari-hari perusahaan.
Apabila pengurusan modal kerja tidak dilakukan
sebagai mana mestinya, maka hal itu dapat menyebabkan kegagalan perusahaan. Ada
dua definisi mengenai modal kerja:
a. Modal kerja adalah selisih lebih antara aktiva
lancar dan utang lancar.
b. Modal kerja adalah aktiva lancar.[2]
Modal kerja (working capital)
adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek yang melekat pada aktiva lancar
seperti kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Modal kerja bersih (net
working capital) adalah selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar
atau jumlah aktiva lancar di atas hutang lancar. Termasuk dalam hutang lancar
adalah hutang dagang, hutang bank, hutang promis, hutang upah, hutang pajak dan
hutang jangka pendek lainnya.[3]
Dalam operasinya, perusahaan selalu
membutuhkan dana harian misalnya untuk membeli bahan mentah, membayar gaji
karyawan, membayar rekening listrik, membayar biaya transportasi, membayar
hutang dan sebagainya. Dana yang dialokasikan tersebut diharapkan akan diterima
kembali dari hasil penjualan produk yang dihasilkan dalam waktu yang tidak lama
(kurang dari setahun). Uang yang diterima tersebut dipergunakan lagi untuk
kegiatan operasi perusahaan selanjutnya, dan seterusnya dana tersebut berputar
selama perusahaan masih beroperasi. Dana yang dipergunakan untuk membiayai
kegiatan operasi perusahaan sehari-hari disebut modal kerja (working capital).
Manajemen modal kerja (working capital management) merupakan
manajemen dari elemen-elemen aktiva lancar dan elemen-elemen hutang lancar.
Kebijkan modal kerja (working capital
policy) menunjukkan keputusan-keputusan mendasar mengenai target
masing-masing elemen (unsur) aktiva lancar dan bagaimana aktiva lancar tersebut
dibelanjai. Tujuan manajemen modal kerja adalah mengelola aktiva lancar dan
hutang lancar sehingga diperoleh modal kerja neto yang layak dan menjamin
tingkat likuiditas perusahaan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
perhatian utama dalam manajemen modal kerja adalah pada manajemen aktiva lancar
perusahaan, yaitu kas, sekuritas, piutang dan persediaan serta pendanaan
(terutama kewajiban lancar atau jangka pendek) yang diperlukan untuk mendukung
aktiva lancar.[4]
B.
Konsep-konsep modal kerja dan komponennya
Pengertian modal kerja di atas masih
umum sehingga masih mengalami kesulitan untuk menetapkan elemen-elemen modal
kerja. Untuk memudahkan dalam menetapkan elemen-elemen modal kerja, dikenal 3
konsep modal kerja, yaitu:
1.
Konsep
kuantitatif
Modal
kerja menurut konsep kuantitatif adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar yang
disebut juga modal kerja bruto (gross working capital). Umumnya elemen-elemen
dari modal kerja kuantitatif meliputi kas, surat-surat berharga (sekuritas),
piutang persediaan.
2.
Konsep
kualitatif
Pada konsep ini modal kerja
dihubungkan dengan besarnya hutang lancar atau hutang yang segera harus
dilunasi. Sebagai aktiva lancar dipergunakan untuk melunasi hutang lancar
seperti hutang dagang, hutang wasel, hutang pajak, dan sebagian lagi
benar-benar dipergunakan untuk membelanjai kegiatan operasi perusahaan. Dengan
demikian modal kerja menurut konsep kualitatif merupakan kelebihan aktiva
lancar di atas hutang lancar yang juga disebut modal kerja neto (net working
capital).
3.
Konsep
fungsional
Konsep fungsional mendasarkan pada
fungsi dana yang digunakan untuk memperoleh pendapatan. Setiap dana yang
dialokasikan pada berbagai aktiva dimaksudkan untuk memperoleh pendapatan (income),
baik pendapatan saat ini (current income) maupun pendapatan masa yang
akan datang (future income). Konsep modal kerja fungsional merupakan
konsep mengenai modal yang digunakan untuk menghasilkan current income.
Untuk memperoleh gambaran ketiga
konsep modal kerja tersebut dapat dilihat pada contoh berikut:
PT
“LANCAR”
Neraca
Per 31
Desember
1999 (rupiah)
Kas
dan Efek
20.000.000
Piutang
Dagang
60.000.000
Persediaan 80.000.000
Total
Aktiva Lancar
160.000.000
Mesin
70.000.000
Penyusutan
Mesin (14.000.000)
Gedung 120.000.000
Penyusutan
Gedung (24.000.000)
Total
Aktiva
312.000.000
|
Hutang
dagang
40.000.000
Hutang wesel
25.000.000
Hutang lainnya
35.000.000
Total Hutang
100.000.000
Modal Sendiri (MS):
Modal Saham
200.000.000
Laba
Ditahan
12.000.000
Total Hutang & MS
312.000.000
|
Dari data di atas
dapat dihitung:
1.
Modal
Kerja Kuantitatif:
Kas dan Efek Rp. 20.000.000
Piutand Dagang Rp. 60.000.000
Persediaan Rp. 80.000.000
Modal kerja bruto Rp. 160.000.000
2.
Modal
Kerja Kualitatif:
Total aktiva lancar Rp. 160.000.000
Total hutang lancar Rp. 100.000.000
Modal kerja neto Rp 60.000.000
Berdasarkan contoh diatas, apabila
disertai informasi tentang marjin laba sebesar 25% dan surat-surat berharga
(efek-efek) sebesar Rp 12.000.000 maka:[5]
3.
Modal
kerja fungsional adalah terdiri dari:
a.
Modal
kerja riil:
Kas Rp 8.000.000
Piutang Dagang
(75%) Rp 45.000.000
Persediaan Rp 80.000.000
Penyusutan
Mesin Rp 14.000.000
Penyusutan
Gedung Rp 24.000.000
Modal Kerja Riil Rp 171.000.000
b.
Modal
kerja potensial:
Efek-efek Rp 12.000.000
Marjin laba
Piutang (25%) Rp 15.000.000
Modal Kerja Potensial Rp 27.000.000
c.
Sedangkan
yang termasuk bukan Modal Kerja dalam konsep fungsional:
Mesin Rp 7.000.000
Gedung Rp
120.000.000
Bukan Modal Kerja Rp 127.000.000
C.
Modal kerja permanen dan variabel
1.
Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat
menjalankan fungsinya. Atau dengan kata lain modal kerja yang secara
terus-terusan diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent working capital ini
dapat dibedakan dalam :[6]
a. Modal Kerja Primer (Primary
Working Capital) yaitu jumlah
modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas
usahanya.
b. Modal Kerja Normal (Normal
Working Capital) yaitu jumlah
modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal.
Pengertian “normal” di sini adalah dalam artian yang dinamis. Apabila suatu
perusahaan misalnya selama 4 atau 5 bulan rata-rata per bulannya mempunyai
produksi 1000 unit maka dapat dikatakan luas produksi normalnya adalah 1000
unit. Apabila kemudian ternyata bahwa selama 4 atau 5 bulan berikutnya luas
produksi rata-rata per bulannya 2000 unit, maka luas produksi normalnya
disinipun berubah menjadi 2000 unit.
2.
Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)
Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara:
a. Modal Kerja Musiman (Seasonal
Working Capital) yaitu modal
kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.
b. Modal Kerja Siklis (Cyclical
Working Capital) yaitu modal
kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur.
c. Modal Kerja Darurat (Emergency
Working Capital) yaitu modal
kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak
diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perobahan
keadaan ekonomi yang mendadak).
D.
Jenis-jenis kebijakan modal kerja
Setiap perusahaan memiliki kebijakan
yang berbeda dalam mencapai tujuannya. Untuk mencapai tujuan perusahaan,
kebijakan dalam pengelolaan modal kerja juga berbeda ada 3 tipe kebijakan modal
kerja yang kemungkinan digunakan oleh perusahaan, yaitu:[7]
1.
Kebijakan
konservatif
Kebijakan modal kerja konservatif merupakan manajemen modal kerja
yang dilakukan secara hati-hati. Pada kebijakan konservatif ini model kerja
permanen dan sebagian modal kerja variabel dibelanjai dengan sumber dana jangka
panjang, sedangkan sebagian modal kerja variabel lainnya dibelanjai dengan
sumber dana jangka pendek.
2.
Kebijakan
agresif
Pada kebijakan ini sebagian modal
kerja permanen dibelanjai dengan sumber dana jangka panjang, sedangkan sebagian
modal kerja permanen dan modal kerja variabel dibelanjai dengan sumber dana
jangka pendek.
3.
Kebijakan
moderat
Pada kebijakan ini aktiva yang
bersifat tetap yaitu aktiva tetap dan modal kerja permanen dibelanjai dengan
sumber dana jangka panjang, sedangkan modal kerja variabel dibelanjai dengan
sumber dana jangka pendek. Kebijakan moderat mencerminkan kebijakan manajemen
yang konservatif sekaligus agresif. Kebijakan ini memisahkan secara tegas bahwa
kebutuhan modal kerja yang sifatnya tetap dibelanjai dengan sumber modal yang
permanen atau sumber dana yang berjangka panjang. Sumber modal yang permanen
seperti saham, sedangkan sumber modal yang berjangka panjang yang lain adalah obligasi
(hutang jangka panjang).
E.
Penghitungan perputaran modal kerja
Bedasarkan metode ini maka besarnya
kebutuhan modal kerja ditentukan oleh perputaran dari komponen-komponen
(elemen-elemen) modal kerja yaitu perputaran kas, perputaran piutang dan
perputaran persediaan. Perputaran kas berputarnya kas menjadi kas kembali.
Seperti halnya perputaran modal, maka yang dimaksud dengan kas berputar satu
kali berarti bahwa sejak kas tesebut digunakan untuk proses produksi (barang
dan jasa) dan akhinya mrenjadi kas kembali. Demikian pula perputaran piutang
dan persediaan, yaitu waktu yang diperlukan dari piutang atau persediaan
menjadi piutang atau persediaan kembali.[8]
Contoh:
Sebuah
perusahaan memiliki Neraca dan Laporan Laba Rugi sebagai berikut:
Perusahan
“ RIZKI JAYA”
Neraca
per 31 Desember 2000
(dalam
ribuan rupiah)
Kas
Piutang
dagang
Persediaan
Aktiva tetap
Total aktiva
|
462.000
1.925.000
2.300.000
10.437.500
15.125.000
|
Hutang dagang
Hutang bank
Hutang wesel
Hutang jk
panjang
Modal saham
Laba ditahan
Hutang &
modal sendiri
|
1.375.000
437.000
875.000
4.500.000
4.750.000
3.187.000
15.125.000
|
Perusahaan
“RIZKI JAYA”
Laporan
Laba Rugi 2000
(dalam
ribuan rupiah)
Penjualan Rp 60.000.000
Harga
Pokok Penjualan
42.500.000
Laba
Bruto 17.500.000
Biaya
Operasi 6.250.000
Laba
Sebelum Bunga (EBIT) 11.250.000
Bunga 3.750.000
Laba
Sebelum Pajak (EBT) 7.500.000
Pajak
30% 2.250.000
Laba
Setelah Pajak (EAT) Rp 5.250.000
Dan laporan
keuangan diatas dapat dihitung perputaran dari tiap elemennya:
Perputaran kas
=
= 130 kali
Perputaran
piutang =
= 31 kali
Perputaran persediaan =
= 18 kali
Catatan: Kas,
piutang, dan persediaan dihitung rata-ratanya, namun karena tidak ada awal dan
akhir maka besarnya kas, piutang dan persediaan adalah data yang tercantum pada
neraca (tanpa dicari rata-ratanya).
Setelah perputaran setiap elemen
modal kerja di ketahui selanjutnya dihitung periode terkaitnya elemen modal
kerja dan hasilnya dijumlahkan menjadi periode terikatnya modal kerja
(diasumsikan 1 tahun= 360 hari).
Periode
terikatnya.modal kerja adalah sebagai berikut:
Kas
= 360/130 = 3 hari
Piutang =
360/31 = 12 hari
Persediaan =
360/18 = 20 hari
Jumlah = 35 hari
Dengan demikian Periode
terikatnya.modal kerja secara keseluruhan adalah 35 hari, sehingga perputaran
modal kerja adalah 360/35 x 1kali = 10 kali. Apabila pada tahun 2000 perusahaan
diperkirakan akan mampu menjual produknya seharga Rp75.000.000, maka kebutuhan
modal kerjanya = Rp 75.000.000/10= Rp7.500.000.
F.
Penentuan besarnya modal
Besarnya modal kerja baik bersifat
permanen ataupun variabel perlu ditentukan dengan baik agar efektif dan
efisien. Penggunaan modal kerja yaang tidak direncanakan dengan baik mengakibatkan
modal kerja yang ada tidak digunakan sesuai dengan kebijakan yang ada.[9]
Besar kecilnya kebutuhan modal kerja
terutama tergantung kepada 2 faktor yaitu:
1. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja, dan
2. Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.
Dengan jumlah pengeluaran setiap harinya yang tetap, tetapi dengan
makin lamanya periode perputarannya, maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan
adalah makin besar.
Demikian pula halnya dengan periode
perputaran yang tetap, dengan makin besarnya jumlah pengeluaran kas setiap
harinya, kebutuhan modal kerjapun makin besar. Periode perputaran atau periode
terikatnya modal kerja adalah merupakan keseluruhan atau jumlah dari
periode-periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit beli, lama penyimpanan
bahan mentah digudang, lamanya proses produksi, lamanya barang jadi disimpan
digudang dan jangka waktu penerimaan piutang. Sedangkan pengeluaran setiap
harinya merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap harinya untuk
keperluan pembelian bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan
biaya-biaya lainnya.
Apabila perusahaan hanya menjalankan
usaha satu kali saja maka kebutuhan modal kerja cukup sebesar modal kerja yang
dikeluarkan selama satu periode perputaran saja. Tetapi pada umumnya perusahaan
didirikan tidak dimaksudkan untuk menjalankan usaha satu kali saja, melainkan
untuk seterusnya dan di mana setiap hari ada aktivitas usaha. Bagi perusahaan
yang disebutkan terakhir ini dengan sendirinya kebutuhan modal kerjanya tidak
cukup hanya sebesar apa yang diperlukan selama satu periode perputaran saja,
melainkan sebesar jumlah pengeluaran setiap harinya dikalikan denga periode
perputarannya.
Contoh: Sebuah perusahaan memiliki data mengenai modal kerja
sebagai berikut:
Periode perputaran:
Lamanya proses produksi = 3 hari
Lamanya barang disimpan dalam gudang = 8 hari
Lamanya waktu peneriman piutang =15
hari
Periode perputaran modal kerja =
26 hari
Pengeluaran setiap harinya
Bahan mentah =
Rp 350.000,-
Bahan pendukung =
Rp 150.000,-
Upah tenaga kerja =
Rp 250.000,-
Pengeluaran lain-lain =
Rp 115.000,-
Total pengeluaran harian =
Rp 865.000,-
Jadi jumlah modal kerja yang
dibutuhkan untuk menjalankan aktivits perusahan adalah sebesar 26 hari x Rp
865.000,- = Rp 22.490.000,- untuk setiap bulannya.
Jika ada ketentuan jumlah kas
minimal yang harus disediakan misalnyaa sebesar Rp 500.000,- maka besar modal
kerja yang harus disediakan adalah sebesar Rp 22.490.000,- + Rp 500.000,- = Rp
22.990.000.[10]
G.
Konsep modal kerja nol (zero working capital)
Modal
kerja merupakan komponen yang harus ditangani secara hati-hati. Karakteristik
yang demikian membuat munculnya suatu konsep yang diajukan oleh para analisis
financial dengan nama Zero Working Capital.
Pendukung
konsep modal kerja nol menyatakan bahwa
suatu gerakan ke arah sasaran ini tidak hanya menghasilkan uang kas, tetapi
juga mempercepat produksi dan membantu perusahaan melakukan penyerahan lebih
tepat waktu dan beroperasi secara lebih efisien. Modal kerja = persediaan +
piutang – utang. Pengelolaan aktiva lancar salah satunya menggunakan konsep
modal kerja nol. Konsep tersebut adalah:
Persediaan
dan piutang usaha adalah kunci untuk mengadakan penjualan, tetapi persediaan
dapat dibiayai oleh pemasok melalui utang usaha.
Faktor
yang paling penting dalam konsep modal kerja nol adalah meningkatkan kecepatan.
Mencapai modal kerja nol mengharuskan setiap pesanan dan bagian produk bergerak
pada kecepatan maksimum, yang umumnya berarti mengganti kertas dengan data elektronik.
H.
Prinsip modal kerja menurut perspektif Islam
Pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka
pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk mebiayai kebutuhan modal kerja
usahanya berdasakan prinsip-prinsip syariah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja syariah maksimal 1 tahun
dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Perpanjangan fasilitas
pembiayaan modal kerja dilakukan atas dasar hasil analisis terhadap debitur dan
fasilitas pembiayaan secara kesuluruhan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan analisis pemberian pembiayaan antara lain adalah; jenis usaha, skala
usaha, tingkat kesulitan usaha yang dijalankan dan karakter transaksi dalam
sektor usaha yang akan dibiayai. Adapun akad-akad yang dapat digunakan
dalam proyek ini antara lain : (1) Mudharabah, (2) istishna, (3) salam, (4) Murabahah, dan (5) ijarah.
1.
Mudharabah
Mudharabah adalah Akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana/shahibul mal) menyediakan
seluruh dana sedangkan pihak kedua (pengelola dana/mudharib) bertindak
selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
2.
Murabahah
Pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri dari
biaya pengadaan bahan baku dan penolong. Melalui proses produksi, bahan baku
tersebut akan menjadi barang setengah jadi, kemudian menjadi barang jadi yang
siap untuk dijual. Apabila barang jadi tersebut dijual dengan kredit, maka akan
berubah menjadi piutang, dan melalui proses collection akan berubah menjadi kas
kembali. Pembiayaan ini juga dapat diberikan kepada nasabah yang hanya
membutuhkan dana untuk pengadaan bahan baku dan bahan penolong. Sementara itu,
biaya proses produksi dan penjualan, seperti upah tenaga kerja, biaya
pengepakan, biaya distribusi, serta biaya-biaya lainnya dapat ditutup dalam
jangka waktu sesuai dengan lamanya perputaran modal kerja tersebut, yaitu dari
pengadaan persediaan bahan baku, sampai terjualnya hasil produksi, dan hasil
penjualan diterima dalam bentuk tunai (cash).
3.
Istishna’
Melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang dengan
harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya pro-duksi
ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan
dengan pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan tahap-tahap proses
produksi. Setiap selesai satu tahap, bank meneliti spesifikasi dan kualitas
work in process tersebut, kemudian melakukan pembayaran untuk proses tahap
berikutnya, sampai tahap akhir dari proses produksi tersebut hingga berupa
bahan jadi. Dengan demikian, kewajiban dan tanggung jawab pengusaha adalah
keberhasilan proses produksi tersebut sampai menghasilkan barang jadi sesuai
dengan kuantitas dan kualitas yang telah diperjanjikan. Bila produksi gagal,
pengusaha berkewajiban menggantinya, apakah dengan cara memproduksi lagi
ataupun dengan cara membeli dari pihak lain.
Dengan adanya pembelian dari nasabah produsen dan penjualan
kepada pihak pem-beli itu menghasilkan skema pembiayaan berupa istishna’
paralel atau istishna’wal murabahah, dan bila hasil produksi tersebut
disewakan, skemanya menjadi istishna’ wal ijarah. Bank memperoleh keuntungan
dari selisih harga beli (istishna’) dengan harga jual (murabahah atau dari
hasil sewa (ijarah).
4.
Salam
Melalui
fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran
di muka secara sekaligus, dan nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut
pada tanggal yang disepakati dalam kontrak. Pada waktu yang bersamaan bank
dapat mencari pembeli atas produk tersebut. Kombinasi ini disebut salam
paralel.
5.
Ijarah
Ijarah
adalah akad perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan aset itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Modal dalam pengertian klasik berarti hasil produksi yang
digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya. Dalam konteks ini modal
diterjemahkan secara fisik. Sementara modal kerja (working capital) adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek
yang melekat pada aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang dan
persediaan
2.
Konsep-Konsep
Modal Kerja meliputi : kuantitatif, kualitatif dan fungsional
3.
Klasifikasi modal kerja ada 2, yaitu modal kerja permanen
dan modal kerja variabel
4.
Jenis-jenis kebijakan modal kerja
adalah: konservatif, agresif dan moderat
5.
Perhitungan perputaran modal kerja, makin pendek periodenya
berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya.
Berapa lama periode perputaran modal kerja adalah tergantung kepada berapa lama
periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut.
6.
Penentuan besarnya modal kerja menggunakan metode
keterikatan data dan metode perputaran modal kerja.
7.
Konsep modal kerja nol bahwa suatu gerakan ke arah sasaran
ini tidak hanya menghasilkan uang kas, tetapi juga mempercepat produksi dan
membantu perusahaan melakukan penyerahan lebih tepat waktu dan beroperasi
secara lebih efisien.
8.
Prinsip modal kerja menurut perspektif Islam ada lima yaitu
mudharabah, murabahah, istisna’, salam dan ijarah.
B.
Saran
Demikian makalah
yang kami buat, apabila ada kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan kami
mohon maaf. Kritik dan saran yang mendukung senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin
Widjaja Tunggal. 1995. Dasar-dasar
Analisis Laporan Keuangan. Jakarta:RINEKA
CIPTA.
Bambang
Riyanto. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta:BPFE.
Martono dan Agus
Harjito. 2001. Manajemen Keuangan.
Yogyakarta : EKONISIA.
Siti
Amaroh. 2010. Manajemen Keuagan. Kudus:STAIN Kudus.
Zulian Yamit. 2001. Manajemen Keuangan. Yogyakarta:EKONISIA.
[1]
Siti Amaroh, Manajemen
Keuagan, Kudus, STAIN Kudus,
2010, hlm., 45
[2]
Amin Widjaja Tunggal, Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan, Jakarta,
RINEKA CIPTA, 1995, hlm., 90
[3]
Zulian Yamit, Manajemen
Keuangan, Yogyakarta, EKONISIA, 2001, hlm., 123
[4]
Martono dan Agus Harjito , Manajemen
Keuangan, Yogyakarta, EKONISIA,
2001, hlm., 72
[6]
Bambang Riyanto, Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan, Yogyakarta,
BPFE, 2001, hlm., 61
[7]
Martono dan Agus Harjito, Op. Cit., hlm., 76-78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar